Jumat, 23 Februari 2024

PEMIMPIN DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM

 KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 3.2 PEMIMPIN DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM

TENI MARYANI CGP ANGKATAN 9 PURWAKARTA


Sekolah Sebagai Ekosistem


Ekosistem merupakan sebuah tata interaksi antara makhluk hidup dan unsur yang tidak hidup dalam sebuah lingkungan. Jika diibaratkan sebagai sebuah ekosistem, sekolah adalah sebuah bentuk interaksi antara faktor biotik (unsur yang hidup) dan abiotik (unsur yang tidak hidup). Kedua unsur ini saling berinteraksi satu sama lainnya sehingga mampu menciptakan hubungan yang selaras dan harmonis.

 

Satuan Pendidikan Sebagai Komunitas

Satuan pendidikan sebagai sebuah komunitas, mempunyai hak mengatur, melaksanakan, dan mengawasi kegiatan pendidikan agar efisiensi dan efektivitas penyelenggara pendidikan dapat tercapai seperti yang diisyaratkan dalam standar pengelolaan pendidikan. Untuk dapat menyelenggarakan pendidikan secara efektif dan efisien, tentu membutuhkan peran seluruh warga sekolah melalui pendekatan Asset-Based Community Development (ABCD) atau Pengembangan Komunitas Berbasis Aset (PKBA).


Buatlah kesimpulan tentang apa yang dimaksud dengan ‘Pemimpin Pembelajaran dalam Pengelolaan Sumber Daya’ dan bagaimana Anda bisa mengimplementasikannya di dalam kelas, sekolah, dan masyarakat sekitar sekolah.

Sebagai sebuah ekosistem di sekolah sumber daya merupakan suatu komunitas sekolah yang saling berhubungan/ berinteraksi atau adanya hubungan timbal balik atau saling ketergantungan antara komponen dalam ekosistem, yaitu dalam hal ini adalah komponen biotik yaitu unsur yang hidup dan komponen abiotik, yaitu unsur yang tidak hidup dalam sebuah lingkungan. Dalam pengelolaan sumber daya oleh Pemimpin Pembelajaran dalam pemanfaatan pada aset-aset sekolah yang dimiliki dikelola dengan baik oleh seorang pemimpin pembelajaran.
Sebagai pemimpin pembelajaran bahwa kekuatan atau potensi sumber daya yang ada di sekolah sebagai pemimpin pembelajaran harus dapat mengimpelementasikan kekuatan tersebut melalui konsep 7 modal utama yang terdapat di sekolah, yakni 1) modal manusia, 2) modal fisik, 3) modal sosial, 4) modal finansial, 5) modal politik, 6) modal lingkungan/alam, 7) modal agama dan budaya.
 Dalam mengimplementasikannya di dalam kelas, sekolah, dan masyarakat sekitar sekolah, maka sebagai pemimpin pembelajaran dengan Pendekatan Berbasis Aset (Asset-Based Thinking) atau Pengembangan Komunitas Berbasis Aset (PKBA) maka harus memusatkan pikiran pada kekuatan positif, pada apa yang bekerja, yang menjadi inspirasi, yang menjadi kekuatan ataupun potensi yang positif, yaitu dengan memanfaatkan kekuatan /aset yang ada pada siswa, orangtua, Masyarakat sekitar, keuangan/iuran dari komite sekolah, sarana dan prasarana juga lingkungan alam dengan tujuan untuk mendukung dalam meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah.
 
Peranan Pemimpin Pembelajaran dalam Pengelolaan Sumber Daya
Di dalam ekosistem sekolah terdapat interaksi antara faktor biotik dan abiotik. Faktor biotik terdiri atas murid, kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan, pengawas sekolah, orang tua murid dan masyarakat sekitar sekolah. Sedangkan faktor abiotik terdiri atas lingkungan alam, keuangan serta sarana dan prasarana. Kedua faktor ini saling berinteraksi satu sama lain, di mana satu faktor akan mempengaruhi faktor lainnya, faktor-faktor biotik akan saling membutuhkan satu sama lainnya, sedangkan faktor-faktor abiotik akan berperan mempengaruhi tingkat keberhasilan proses pembelajaran.
Seorang pemimpin diharapkan membangun ekosistem yang dapat merangsang kreativitas untuk menunjang keberhasilan tujuan pendidikan. Keberhasilan sebuah proses pembelajaran sangat tergantung pada cara pandang dalam melihat ekosistemnya: apakah sebagai kekuatan atau sebagai kekurangan. Pemimpin yang memandang semua yang dimiliki adalah suatu kekuatan, tidak akan berfokus pada kekurangan tapi berupaya pada pemanfaatan aset atau sumber daya yang dimiliki. Dengan kata lain, pemimpin harus bisa memberdayakan sumber daya yang ada di sekolahnya untuk mengembangkan dan memajukan sekolah sehingga dapat mencapai visi dan misi sekolahnya.

 


Jelaskan dan berikan contoh bagaimana hubungan pengelolaan sumber daya yang tepat akan membantu proses pembelajaran murid menjadi lebih berkualitas

Pengelolaan sumber daya yang tepat dan dapat mendorong pada proses pembelajaran di kelas menjadi lebih berkualitas merupakan bagian dari pengelolaan sumber daya yang ada di sekolah. Modal manusia sebagai sumber daya manusia, yaitu guru (kualifikasi Pendidikan S1, S2), Gurunya sudah memiliki bersertifikasi pendidikan dan tenaga kependidikan (kualifikasi SMA dan S1)  sebagai salah satu modal yang berkorelasi langsung pada peningkatan pembelajaran yang berkualitas. Sekolah dapat memotivasi guru untuk mengikuti kegiatan pengembangan diri melalui bimtek, diklat, workshop dan kegiatan lain yang mendukung kompetensi diri kekinian.

Modal sosial melalui kerjasama dengan MGMP sekolah maupun MGMP antar sekolah untuk meningkatkan kompetensi guru. Sekolah membuat Tata tertib sekolah, setiap kelas membuat keyakinan kelas juga adanya keterlibatan orang tua mengikuti rapat komite dalam mendukung  peningkatan pembelajaran di sekolah.

Modal fisik adalah bangunan dan sarana prasarana yang dapat dimanfaatkkan sesuai dengan bentuk dan pemanfaatanya, misalnya Ruang belajar, Ruang perpustakaan, ruang lab.IPA, Ruang TIK, Mushola, adanya arena taman terbuka /lapangan upacara, jaringan internet yang memadai sebagai sumber belajar juga adanya kantin sehat untuk menyediakan makanan yang bergizi untuk memastikan proses pembelajaran dapat berjalan baik.

Modal lingkungan/alam yang ada disekitar sekolah adalah sumber daya menciptakan pembelajaran yang menyenangkan, seperti letak sekolah yang strategis  tidak jauh dari jalan raya, memanfaatkan lingkungan menjadi area apotik hidup, green house dan tempat sumber belajar tentang obat dan pemanfaatannya.

Pengelolaan modal lingkungan dipadu dengan modal fisik akan berkorelasi dengan peningkatan pembelajaran murid. Lingkungan sekolah yang kondusif dari segi sosial maupun politik akan menciptakan pembelajaran yang nyaman, menyenangkan dan berpihak pada murid. Sumber daya ini sebagai aset sekolah dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran

Modal finansial yaitu dana Bantuan Oprasional Sekolah/BOS dengan membuat rencana kerja anggaran sekolah (RKAS) sesuai prioritas dan kebutuhan sekolah sehingga mendukung untuk keberlangsungan proses pembelajaran manjadi lebih berkulitas, Dana dari komite sekolah dan Kas kelas, juga Infak untuk melatih kepedulian sosial.

Modal politik berupa kerjasama atau kemitraan dengan instansi/dinas terkait yang di pemerintah daerah untuk mendukung program-program sekolah.

Modal agama dan budaya yaitu kerja sama dengan pondok pesantren yang melibatkan  tokoh agama lingkungan sekitar untuk membantu dalam kegiatan pesantren Romadhan dan PHBI (Peringatan hari Besar islam). Untuk melestarikan budaya kearifan lokal belajar tari tradisional, silat yaitu dengan adanya pembelajaran  dalam bidang seni dan budaya. Juga Kerjasama dengan sentral kerajinan dan wirausaha dengan lingkungan yang terdekat untuk membantu kegiatan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila/P5.

Modal politik Kerjasama dengan Puskesmas untuk meningkatkan mutu kesehatan di sekolah, Kerjasama dengan pihak kepolisian untuk membantu penanggulangan kenakalan remaja dan narkoba, kerjasa dengan pihak desa dan kecamatan untuk membantu kegiatan sekolah juga kewenangan kepala sekolah dalam pengambilan kebijakan.


Berikan beberapa contoh bagaimana materi ini juga berhubungan/keterkaitan dengan modul lainnya/sebelumnya selama mengikuti Pendidikan Guru Penggerak.

Refleksi Filosofi Pendidikan Nasional – Ki Hadjar Dewantara

Ki Hadjar Dewantara melalui filosiofinya bahwa pendidikan “ kegiatan menuntun segala kekuatan kodrat yang pada anak-anak agar mereka mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setingi-tingginya baik sebagai manusia maupun anggota masyarakat.” Pemanfaatan asset kekuatan guru dan murid sehingga guru sebagai pemimpin pembelajaran harus dapat melakukan proses pembelajaran yang menyenangkan, dan berpihak pada murid, karena murid bukanlah kertas kosong, namun setiap murid memiliki potensi yang berbeda-beda, dan tugas kita sebagai guru hanya menuntun dan menebalkan potensi yang sudah mereka miliki.

 

Nilai dan Peran Guru Penggerak

Guru sebagai pendidik dan pemimpin pembelajaran  merupakan salah satu dari 7 modal utama, yaitu modal manusia memiliki nilai dan peran yang sangat penting dalam pembelajaran di kelas sehingga nilai-nilai mandiri, kolaboratif, reflektif, inovatif dan berpihak pada murid harus dijadikan landasan dalam terciptanya pembelajar yang sesuai dengan profil pelajar pancasila. Dan guru juga dapat berperan dalam membangun sinergi di lingkungan sekolah sebagai pemimpin pembelajaran, menggerakkan komunitas praktisi, menjadi coach bagi guru lain, mendorong kolaborasi antar guru, serta mewujudkan kepemimpinan murid, dengan nilai dan peran guru secara aktif, maka akan menciptakan generasi unggul dengan memanfaatan modal utama untuk menggali potensi murid-muridnya.

Visi Guru Penggerak

Guru sebagai pemimpin pembelajaran harus memilki visi guru penggerak yang berbasis IA (Inkuiri Apresiatif) melalui alur BAGJA (Buatkan pertanyaan, Ambil Pelajaran, Gali Mimpi, Jabarkan Rencana, Atur Eksekusi). Pada konsep tersebut dapat juga digunakan sebagai pengelolaan sumber daya yang ada disekolah. Inkuiri Apresiatif adalah suatu filosofi, landasan berpikir, yang berfokus pada upaya kolaboratif menemukan hal positif dalam diri seseorang, organisasi, dan dunia sekitarnya, baik dari masa lalu, masa kini, maupun masa depan.

Budaya Positif

Salah satu aset/kekuatan berupa modal agama dan budaya. Budaya positif di lingkungan sekolah merupakan budaya yang mendukung segala bentuk perkembangan murid dengan tujuan memanusikan manusia dengan menerapkan disiplin positif, motivasi perilaku manusia (hukuman dan penghargaan), posisi kontrol restitusi, keyakinan sekolah/kelas, sehingga akan menghasilkan produk murid yang memiliki karakter kuat di masa depan. Misalnya dengan melakukan langkah-langkah segitiga  restitusi dalam menyelesaikan masalah pada murid sehingga menciptakan murid yang memiliki karakter positif di masa depannya.

Pembelajaran untuk Memenuhi Kebutuhan Murid (Berdiferensiasi)

Pembelajaran berdiferensiasi adalah sebuah cara dalam pembelajaran yang sangat berpihak kepada murid berupa pemetaan murid berupa kesiapan belajar, minat dan profil belajar murid yang berbeda sesuai dengan keunikannya. Sebelum melaksanakan pembelajaran berdiferensiasi, seorang guru harus sudah melaksakanan pemetaan terhadap minat belajar siswa. Dalam proses pembelajaran berdiferensiasi akan terwujud, jika pemanfaatan sumber daya yang ada disekolah seperti guru dan murid, modal sosial, modal fisik, modal lingkungan alam, modal finamsial, modal politik dan modal agama serta  budaya dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya dalam membantu meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah.

Pembelajaran Sosial dan Emosional

Pembelajaran Sosial Emosional (PSE) merupakan strategi seorang pemimpin pembelajaran dalam melakukan kolaboratif oleh seluruh komunitas sekolah, yang menekankan pada keterampilan dan pengelolaan mengenai aspek-aspek sosial emosional. Teknik kesadaran diri (mindfulness) juga dapat dijadikan strategi bagaimana cara mengelola sumber daya manusia, yaitu murid melalui tahapan tersebut maka potensi kecerdasan sosial emosional anak bisa berkembang secara optimal.


Coaching untuk Supervisi Akademik

Coaching merupakan sebuah strategi seorang pemimpin pembelajaran untuk melakukan pengembangan kekuatan diri pada diri anak dengan menuntun, mendampingi anak, untuk menggali potensi anak dan memaksimalkannya. Pada proses Coachee memberikan kesempatan anak-anak berkembang dan menggali proses berpikir pada diri anak, yang didalamnya terdapat Coach sebagai pengembangan kekuatan dan potensi pada coachee sebagai lawan bicara.

Pengambilan Keputusan Berdasarkan Nilai-nilai Kebajikan Seorang Pemimpin

Sebagai pemimpin pembelajaran dalam prosesnya akan selalu berhadapan dengan dua situasi yakni, dilema etika dan bujukan moral yang dituntut pada pengembilan keputusan. Sebagai pemimpin pemimpin pembelajaran dalam pengambilan keputusan yang baik, diharapkan pada pengambilan keputusan tersebut dengan mengedepankan keputusan-keputusan yang bermanfaat bagi seluruh elemen yang terlibat didalamnya,yaitu dengan langkah-langkah pengambilan keputusan berdasarakn 4 paradigma, 3 prinsip dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan. Prinsip tersebut sangat penting karena hal ini sangat terkait dengan pengelolaan sumber daya yang ada disekolah.

Ceritakan pula bagaimana hubungan antara sebelum dan sesudah Anda mengikuti modul ini, serta pemikiran apa yang sudah berubah di diri Anda setelah Anda mengikuti proses pembelajaran dalam modul ini

Sebelum mempelajari dan memahami modul 3.2 Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya. Dalam langkah-langkah pengelolaan kelas atau pengambilan keputusan lebih banyak berpikir pada kekurangan.masalah, hal ini menyebabkan perasaan yang pesimis, keraguan, negatif sehingga berakhir dengan kegagalan. Dengan mempelajari modul 3.2 ini, wawasan dan pola pikir mengenai pemimpin pembelajaran dalam pengelolaan sumber daya ini menjadi berubah. Ternyata seorang pemimpin harusnya selalu mengedepankan pola pikir berbasis kekuatan/aset yang dimiliki sehingga hal ini membuat kita akan berpikir positif dan optimis dengan memanfaatkan dan memberdayakan sumber daya atau aset yang ada di sekolah dan lingkungan sekitarnya.


Rabu, 14 Februari 2024

KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 3.1 PENGAMBILAN KEPUTUSAN BERBASIS NILAI-NILAI KEBAJIKAN SEBAGAI PEMIMPIN

 

 PENGAMBILAN KEPUTUSAN BERBASIS NILAI-NILAI KEBAJIKAN SEBAGAI PEMIMPIN





Perkenalkan saya Teni Maryani
dari SMPN 1 Sukatani calon Guru Peggerak Angkatan 9 kabupaten Purwakarta. Pada kesempatan ini saya ingin berbagi informasi tentang Pengambilan keputusan berbasis nilai-nilai kebajikan sebagai seorang pemimpin.


Namun sebelumnya saya kutipkan kalimat bijak berikut ini untuk menjadikan renungan bagi kita bersama.

Mengajarkan anak menghitung itu baik, namun mengajarkan mereka apa yang berharga/utama adalah yang terbaik ” (Bob Talbert)

Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang. Pada hakikatnya pendidikan ini untuk mengembangkan potensi seseorang dan diarahkan pada tujuan yang diharapkan untuk menjadikannya sebagai manusia yang utuh. Pemberdayaan potensi peserta didik diarahkan untuk membangun karakter pribadinya sehingga dapat menjadi individu yang bermanfaat bagi diri sendiri dan lingkungannya.

Sebagai sebuah institusi moral, sekolah merupakan sebuah miniatur dunia yang berkontribusi terhadap terbangunnya budaya, nilai-nilai,  dan moralitas  dalam diri setiap murid.  Perilaku warga sekolah dalam menegakkan penerapan nilai-nilai yang diyakini dan dianggap penting oleh sekolah, adalah teladan bagi murid.

Seorang pendidik harus mampu menjadi teladan bagi murid-muridnya. Hal ini akan tercermin dalam perilaku kesehariannya, sehingga seorang pendidik dapat menjadi role model bagi peserta didik dan seluruh warga sekolah bahkan di lingkungan tempat tinggal.

Dalam menjalankan perannya, kita sebagai seorang pendidik harus mampu memberikan kontribusi bagi peserta didik, dimana dalam setiap pengambilan keputusan harus berpihak kepada murid yang berlandaskan pada nilai-nilai kebajikan. Kita menyadari bahwa setiap pengambilan keputusan akan merefleksikan integritas sekolah, nilai-nilai apa yang akan dijunjung tinggi, dan keputusan-keputusan yang diambil kelak akan menjadi rujukan atau teladan bagi seluruh warga sekolah dan lingkungan sekitarnya. Jadi seorang pendidik senantiasa berupaya untuk menanamkan karakter dengan menjunjung nilai-nilai kebajikan universal dan memperhatikan kebutuhan setiap peserta didik. Hal ini sejalan dengan kalimat bijak berikut:

Education is the art of making man ethical.
Pendidikan adalah sebuah seni untuk membuat manusia menjadi berperilaku etis.
~ Georg Wilhelm Friedrich Hegel ~

Memahami kalimat tersebut, maka pendidikan merupakan suatu proses menuntun siswa dengan penguatan karakter , norma-norma  sehingga akan menjadi generasi yang memiliki nilai moral, kebajikan dan kebenaran untuk menjalankan kehidupannya. Generasi yang akan datang adalah cerminan pendidikan saat ini yang kita poles seperti membuat maha karya terbaik yang akan mewarnai negeri ini di masa depan.

Setelah kita memahami beberapa hal diatas, berikut adalah pendekatan atas tinjauan dari koneksi antar materi pada modul 3.1 Pendidikan Guru Penggerak tentang pengambilan keputusan.

1. Bagaimana filosofi Ki Hajar Dewantara dengan Pratap Triloka memiliki kaitan dengan penerapan pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin?Filosofi Ki Hajar Dewantara dengan Pratap Triloka memiliki pengaruh bagaimana seorang guru mengambil keputusan sebagai pemimpin pembelajaran.

Semboyan yang dicetuskan oleh KHD yang sampai saat ini masih menjadi landasan berpijak bagi pendidik adalah Ing Ngarso Sung Tulodho (Seorang pemimpin harus mampu memberi tauladan), Ing Madya Mangunkarsa (Seorang pemimpin juga harus mampu memberikan dorongan, semangat dan motivasi dari tengah), Tut Wuri handayani (Seorang pemimpin harus mampu memberi dorongan dari belakang), yang artinya adalah Seorang pemimpin (Guru) harus mampu memberikan teladan dan memberikan semangat dan motivasi dari tengah juga mampu memberikan dorongan dari belakang untuk kemajuan seorang muridnya.  Semboyan ini memiliki makna mendalam dapat kita jadikan landasan dalam setiap pengambilan keputusan, yaitu keputusan yang selalu berpihak kepada murid agar menjadikan mereka sebagai generasi yang cerdas dan berkarakter sebagaimana tercermin dalam profil pelajar Pancasila. Hal ini dapat kita lakukan dalam proses pembelajaran di sekolah, yang tidak hanya menitik beratkan pada konten kurikulum, namun transfer nilai -nilai kebajikan dapat kita sampaikan secara terus menerus dengan eksplisit pada pembelajaran dan keteladanan disetiap pengambilan keputusan. Proses pengambilan keputusan yang bertanggungjawab.

2. Bagaimana nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita, berpengaruh kepada prinsip-prinsip yang kita ambil dalam pengambilan suatu keputusan?


Perangai seseorang terkadang merupakan cerminan dari nilai-nilai yang tertanam dalam diri seseorang tersebut. Hal ini juga akan berpengaruh terhadap prinsip-prinsip yang diambil ketika seseorang tersebut akan mengambil keputusan. Begitu pula dalam proses pengambilan keputusan yang bertanggung jawab, dan kompetensi  kesadaran diri (self awareness), pengelolaan diri (self management), kesadaran sosial (social awareness)  dan keterampilan berhubungan sosial  (relationship skills),  akan mendukung dalam mewujudkan sikap  Tut wuri handayani . Hal ini dapat dilakukan oeh seorang pendidik dengan memberikan dorongan secara moril maupun materil bagi semua warga sekolah. Nilai-nilai kebajikan yang tertanam dalam diri pendidik akan mewarnai setiap pengambilan keputusaan. Nilai kejujuran, integritas sebagi pendidik akan tergambar dalam keteladanan dan kebijakan — kebijakan yang diambil dalam setiap keputusan.

3. Bagaimana materi pengambilan keputusan berkaitan dengan kegiatan coaching (bimbingan) yang diberikan pendamping atau fasilitator dalam perjalanan proses pembelajaran kita, terutama dalam pengujian pengambilan keputusan yang telah kita ambil? Apakah pengambilan keputusan tersebut telah efektif, masihkah ada pertanyaan-pertanyaan dalam diri kita atas pengambilan keputusan tersebut? Hal-hal ini tentunya bisa dibantu oleh sesi coaching yang telah dibahas pada sebelumnya.


Tidak dapat dielakkan bahwa kita selalu dihadapkan pada berbagai permasalahan yang membutuhkan suatu keputusan dalam penyelesainnya. Dalam pengambilan keputusan dibutuhkan langkah-langkah yang mengacu pada prinsip tertentu, karen dalam pengambilan keputusan berkaitan erat dengan masa depan suatu organisasi, apalagi menyangkut pada keputusan yang sifatnya strategis. Salah satu faktor yang sangat membantu dalam pengambilan keputusan adalah keterampilan coaching. Sebagai pendidik, guru harus memiliki keterampilan coaching.

Selama proses pembelajaran, pendampingan dalam pengujian pengambilan keputusan melalui kegiatan coaching (bimbingan) yang dilakukan oleh  fasilitator saya rasakan sangat efektif dalam membantu pemahaman saya.

Beberapa contoh praktik coaching dapat memberi gambaran yang utuh untuk dapat diterapkan di sekolah. Keputusan yang diambil dengan teknik coaching yang berlandaskan etika, nilai-nilai kebajikan, sesuai dengan visi misi sekolah yang berpihak pada murid dan menciptakan budaya positif dilingkungan sekolah. Teknik coaching dilakukan denga prinsip kesetaraan, sehingga tidak terkesan menggurui tapi justru akan menimbulkan rasa nyaman  sehingga coach, sehingga mampu mengidentifikasi permasalahan dan dapat menyampaikan pertanyaan berbobot dari coachee. Begitu pula dengan coachee yang dengan rasa nyaman dapat menyampaikan hambatan — hambatan dan dapat menemukan solusi yang sesuai. Hal ini karena coach mampu menjadi pendengar yang baik sehingga mampu membantu menguraikan permasalahan melalui pertanyaan-pertanyaan berbobot.  Dengan coaching, guru dapat mengatasi permasalahan yang dihadapi siswa dalam proses pembelajaran. Sebagai coach yang baik guru memiliki harapan terhadap siswanya sehingga dapat menjalankan seluruh tugas dan kewajiban yang diberikan di sekolah dengan baik.

4. Bagaimana kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya akan berpengaruh terhadap pengambilan suatu keputusan khususnya masalah dilema etika?


Kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosional sangat mempengaruhi dalam pengambilan keputusan. Dalam setiap pengambilan keputusan wajib berlandaskan pada nilai-nilai kebajikan  serta regulasi yang ada dengan berpedoman pada 9 langkah pengambilan keputusan. Melalui kedua dasar tersebut kita dapat menganalisis sehingga dapat membedakan antara dilema etika atau bujukan moral.

Kepekaan sosial emosional seseorang akan menumbuhkan empati dan simpati, sehingga dapat menempatkan diri untuk bisa mengenal orang lain . Dengan simpati dan empati kita dapat merasakan apa yang peserta didik alami, sehingga kita dapat mengidentifikasi permasalahan dengan bijaksana, disaat harus melakukan pengambilan keputusan. Guru yang berperan sebagai pemimpin pembelajaran akan bertindak atas dasar keberpihakan pada murid. Dalam setiap keputusannya harus mempertimbangkan bayak hal yang bermuara pada murid, berbasis etika dan nilai kebajikan berlandaskan pada 4 paradigma yaitu individu vs masyarakat, rasa keadilan vs rasa kasihan, kebenaran vs kesetiaan dan jangka pendek vs jangka panjang, 3 prinsip yaitu prinsip berbasis hasil akhir, prinsip berbasis peraturan, dan prinsip berbasis rasa peduli. Serta dilakukan dengan 9 langkah yaitu:

      • Mengenali nilai-nilai yang saling bertentangan
      • Menentukan siapa saja yang terlibat
      • Mengumpulkan fakta-fakta yang relevan
      • Pengujian benar atau salah yang didalamnya terdapat uji legal, uji regulasi, uji intuisi, uji halaman depan koran, uji keputusan panutan/idola
      • Pengujian paradigma benar lawan benar
      • Prinsip Pengambilan Keputusan
      • Investigasi Opsi Trilema
      • Buat Keputusan
      • Tinjau lagi keputusan Anda dan refleksikan

5. Bagaimana pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika kembali kepada nilai-nilai yang dianut seorang pendidik?


Pembahasan studi kasus yang berfokus pada masalah moral atau etika akan semakin mengasah empati dan simpati seorang pendidik. Pendidik yang telah terlatih akan mempunyai rasa empati dan simpati yang baik sehingga diharapkan mampu mengidentifikasi dan memetakan paradigma dilema etika agar pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran lebih bijak.

Kebijakan yang muncul pada saat pengambilan keputusan tetap mengacu keberpihakan dan mengutamakan kepentingan murid, sehingga solusi tepat akan didapat dari setiap permasalahan yang terjadi. Pendidik yang mampu menganalisis permasalahan dari berbagai sudut pandang dan pendidik yang dengan tepat, sehingga mampu membedakan apakah permasalahan yang dihadapi termasuk dilema etika ataukah bujukan moral.

Ketika seorang pendidik dihadapkan pada kasus-kasus yang berfokus pada masalah moral dan etika, maka keputusan yang diambil akan dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dianutnya. Jika nilai-nilai yang dianutnya nilai-nilai positif maka keputusan yang diambil akan tepat, benar dan dapat dipertanggung jawabkan dan begitupun sebaliknya jika nilai-nilai yang dianutnya tidak sesuai dengan kaidah moral, agama dan norma maka keputusan yang diambilnya lebih cenderung bermuara pada kebenaran menurut versi pribadi. Selain itu pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika juga dapat melatih ketajaman dan ketepatan dalam pengambilan keputusan, sehingga dapat dengan jelas membedakan antara dilemma etika ataukah bujukan moral. Keputusan yang diambil akan semakin akurat dan menjadi keputusan yang dapat mengakomodir kebutuhan murid dan menciptakan keselamatan dan kebahagian semua pihak berdasarkan nilai-nilai kebenaran dan kebajikan.

6. Bagaimana pengambilan keputusan yang tepat, tentunya berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman.


Keputusan yang kita ambil secara langsung maupun tidak langsung akan berdampak pada imlementasi pembelajaran dan mempengaruhi situasi di sekolah. Setiap keputusan yang kita ambil harus tepat dan bijak berlandaskan nilai-nilai kebajikan, keteladanan, bijaksana dan tidak melanggar norma. Dengan landasan tersebut kita dapat menciptakan lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman.Sehingga murid-murid dapat belajar dengan baik dan dapat mengembangkan kompetensinya.

7. Apakah tantangan-tantangan di lingkungan Anda untuk dapat menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema etika ini? Adakah kaitannya dengan perubahan paradigma di lingkungan Anda?


Pengambilan keputusan yang dilakukan berlandaskan atas tiga prinsip penyelesaian dilema, yaitu Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking), Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking) ataukah Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking). Pemilihan prinsip tersebut tentunya disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada.  Meskipun setiap keputusan pasti ada resiko, pro dan kontra, namun hal ini menjadikan salah satu tantangan tersendiri. Tantangan yang saya hadapi dalam pengambilan keputusan terhadap kasus — kasus yang sifatnya dilemma etika adalah perasaan tidak enak yang timbul karena tidak dapat memuaskan semua pihak. Namun dengan mengikuti 9 langkah pengambilan keputusan dapat meminimalkan perasaan tidak nyaman dan keputusan yang saya ambil dapat diterima oleh semua pihak.

8. Apakah pengaruh pengambilan keputusan yang kita ambil ini dengan pengajaran yang memerdekakan murid-murid kita? Bagaimana kita memutuskan pembelajaran yang tepat untuk potensi murid kita yang berbeda-beda?


Pengaruh pengambilan keputusan yang kita ambil dengan pengajaran memerdekakan murid -murid kita adalah terciptanya merdeka belajar. Dengan merdeka belajar, murid bebas mencapai kesusksesan, kebahagiaan sesuai minat dan potensinya tanpa ada paksaan dan tekanan dari pihak manapun. Hal ini diharapkan murid-murid akan sukses dengan bidangnya masing-masing, bahagia karena sesuai dengan apa yang diinginkannya dan bertanggungjawab akan apa yang menjadi pilihannya. Disinilah dasar pijakan kita bahwa semua pengambilan keputusan harus berpihak pada murid, dan guru berfungsi untuk memfasilitasi, membantu mengembangkan bakat dan minat yang sudah ada. Kurikulum merdeka sangat berorientasi pada murid, hal ini terlihat dari kurikulum kelas XI di SMK yang tidak lagi memecah materi menjadi beberapa kompetensi, namun menjadi satu kesatuan utuh dan mendalam kedalam satu mata pelajaran. Penggunaan model pembelajaran berdiferensiasi akan mampu mengakomodir kebutuhasn setiap siswa sesuai dengan bakat dan keahliannya. Guru hanya sebagai fasilitator dan pembelajaran terpusat pada siswa, dengan didukung pada penerapan secara eksplisit maupun implisit KSE yang akan semakin memperkuat  dan mempertajam wujud nyata dalam memfasilitasi dan mengasah keterampilan social emosional murid-murid kita.

9. Bagaimana seorang pemimpin pembelajaran dalam mengambil keputusan dapat mempengaruhi kehidupan atau masa depan murid-muridnya?


Keputusan yang diambil oleh seorang pemimpin pembelajaran pasti akan membawa dampak, baik jangka panjang maupun pendek bagi murid. Hal yang sudah kita putuskan dan kita lakukan akan akan terekam menjadi suatu catatan dan akan menjadikan role model tentang apa dan bagaimana kelak murid-murid berpikir dan bertindak.

Bagaimana mereka mengambil keputusan di masyarakat dikemudian hari. Gambaran ini menjadikan dasar bahwa pengambilan keputusan oleh seorang pendidik harus tepat, benar dan bijak melalui analisis dan pengujian yang mendalam atas benar salahnya. Pengujian dilakukan dengan menggunakan lima uji yaitu uji legal, uji regulasi, uji instuisi, uji publikasi dan uji panutan atau uji idola akan menjadikan pengambilan keputusan kita akurat dan teruji sehingga tidak menyesatkan murid-murid.

10. Apakah kesimpulan akhir  yang dapat Anda tarik dari pembelajaran modul materi ini dan keterkaitannya dengan modul-modul sebelumnya?


Kesimpulan akhir yang saya peroleh dari pembelajaran materi ini dan keterkaitannya dengan modul sebelumnya bahwa pengambilan keputusan merupakan suatu kompetensi atau skill yang harus dimiiki oleh guru sebagai pendidik. Terkait dengan tugas dan fungsinya seorang guru dalam membuat keputusan harus berlandaskan pada filosofi Ki Hajar Dewantara, karena setiap keputusan yang diambil akan mewarnai pola pikir dan karakter murid. Agar keputusan yang diambil dapat memberikan kemanfaatan untuk banyak orang, mampu mengantarkan pada lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman (well being) dan dapat dipertanggungjawabkan, maka harus dilakukan berdasarkan pada budaya positif dan menggunakan alur yang tertata seperti BAGJA. Hal ini dilakukan semata untuk menghantarkan murid menuju profil pelajar pancasila, yang dalam perjalanannya banyak benturan yang sifatnya dilema etika dan bujukan moral. Untuk itu diperlukan panduan sembilan langkah pengambilan dan pengujian keputusan, sehingga langkah yang diambil selalu berpihak kepada murid.

Sekolah sebagai institusi yang berfungsi memberikan pelayanan, membimbing, mendidik dan mengajar para peserta didik agar memiliki sifat/tingkah laku yang lebih baik. Sekolah juga bertugas melakukan proses transfer ilmu dan pembentukan karakter peserta didik. Banyak hal yang harus dilakukan, tentu saja banyak juga pengambilan keputusan yang mewarnai kebijakan-kebijakan sekolah. Guru sebagai pemimpin pembelajaran harus mampu mengambil keputusan dengan bijak, dengan mengedepankan nilai-nilai kebajikan yang telah menjadi kesepakatan kelas. Keputusan yang diambil oleh seorang pemimpim pembelajaran dengan menggunakan alur BAGJA, selalu berorientasi untuk mewujudkan budaya positif sehingga dapat menciptakan kondisi lingkungan yang nyaman (well being). Guru mempunyai kewajiban untuk mengantarkan murid menjadi insan yang cerdas dan berkarakter, menuju profil pelajar Pancasila. Harapan ini pasti dibutuhkan komitmen dari semua pihak. Dalam mengawal impian ini tentu banyak juga ditemui permasalahan baik yang sifatnya dilema etika maupun bujukan moral. Untuk itu diperlukan panduan sembilan langkah dalam pengambilan keputusan dan pengujian agar keputusan yang diambil berpihak kepada murid demi terwujudnya merdeka belajar. Sebagai salah satu bentuk merdeka belajar adalah diterapkannya pembelajaran berdiferensiasi. Dengan pembelajaran berdiferensiasi maka kebutuhan murid akan terpenuhi sesuai dengan bakat, minat dan kecenderungan gaya belajarnya.

11. Sejauh mana pemahaman Anda tentang konsep-konsep yang telah Anda pelajari di modul ini, yaitu: dilema etika dan bujukan moral, 4 paradigma pengambilan keputusan, 3 prinsip pengambilan keputusan, dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan. Adakah hal-hal yang menurut Anda di luar dugaan?


Hal-hal yang menurut saya diluar dugaan bahwa ternyata dalam pengambilan keputusan bukan hanya didasarkan pada pemikiran dan pertimbangan semata, namun sangat diperlukan adanya paradigma, prinsip, dan langkah-langkah pengujian pengambilan keputusan, agar keputusan yang diambil tepat sasaran dan bermanfaat untuk orang banyak. Disamping itu secara personal, dalam pengambilan keputusan diperlukan satu sikap keberanian dengan segala konsekwensinya.

12. Sebelum mempelajari modul ini, pernahkah Anda menerapkan pengambilan keputusan sebagai pemimpin dalam situasi moral dilema? Bilamana pernah, apa bedanya dengan apa yang Anda pelajari di modul ini?


Sebelum mempelajari modul ini saya pernah mengambil  keputusan dengan situasi dilema etika, namun yang saya lakukan hanya sebatas pada pemikiran didukung dengan beberapa pertimbangan. Saya sudah merasa aman bila keputusan yang saya ambil sudah sesuai aturan dan tidak berdampak merugikan banyak orang. Dengan belajar modul ini saya menjadi lebih kaya akan pengetahuan bahkan telah mempraktikkan, bagaimana cara pengambilan keputusan yang tepat dengan menggunakan langkah-langkah tertentu yang tak lepas dari paradigma dan prinsip-prinsip yang ada.

13. Bagaimana dampak mempelajari konsep  ini buat Anda, perubahan  apa yang terjadi pada cara Anda dalam mengambil keputusan sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran modul ini?


Konsep yang sudah saya pelajari di modul ini memberikan dampak yang besar bagi pola pikir saya. Sebelumnya saya berpikir bahwa pengambilan keputusan yang telah didasarkan regulasi dan sosial saja sudah cukup, ternyata banyak hal yang menjadi dasar. Dalam konteks ini terdapat 4 paradigma dilemma etika yaitu: individu lawan kelompok (individual vs community), rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy), kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty), jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term) yang semuanya didasari atas 3 prinsip dan 9 langkah. Saya berencana akan mengimplementasikan landasan tersebut dalam setiap pengambilan keputusan baik sebagai pemimpin pembelajaran maupun dalam pengambilan kebijakan di sekolah dan komunitas praktisi.  Dengan landasan dalam pengambilan keputusan tersebut, saya yakin bahwa keputusan yang saya ambil akan tepat dan lebih akurat dengan selalu berpihak pada murid.

14. Seberapa penting mempelajari topik modul ini bagi Anda sebagai seorang individu dan Anda sebagai seorang pemimpin?


Materi pada modul 3.1 bagi saya sangat penting dan bermakna, karena dimanapun dan sebagai apa peran kita pasti akan menjumpai permasalahan yang dituntut untuk mengambil keputusan. Dari keputusan tersebut akan dihasilkan kebijakan -kebijakan yang akan mewarnai perjalanan sekolah untuk mewujudkan merdeka belajar dan profil pelajar Pancasila. Salah satu upaya untuk mewujudkan hal itu, maka seorang guru harus memiliki keterampilan dalam pengambilan keputusan yang mengandung nilai-nilai kebajikan. Sebagai landasan dalam pengambilan keputusan tersebut tentunya mengacu pada 9 langkah 4 paradigma dan  3 prinsip. Selain itu keputusan diambil melalui tiga uji yaitu: Uji Intuisi berhubungan dengan berpikir berbasis peraturan (Rule-Based Thinking), Uji publikasi, sebaliknya, berhubungan dengan berpikir berbasis hasil akhir (Ends-Based Thinking) yang mementingkan hasil akhir dan Uji Panutan/Idola berhubungan dengan prinsip berpikir berbasis rasa peduli (Care-Based Thinking).

Demikian koneksi antar materi yang saya paparkan, saya menyadari masih sangat perlu untuk belajar lebih banyak, untuk itu mohon masukannya agar menjadikan motivasi bagi saya untuk selalu tergerak belajar dan melakukan aktivitas yang bermanfaat untuk orang lain. Guru tergerak, bergerak dan menggerakan. Guru bergerak Indonesia maju.

Selasa, 13 Februari 2024

DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 3.1

 


PENGAMBILAN KEPUTUSAN BERBASIS NILAI-NILAI KEBAJIKAN SEBAGAI PEMIMPIN

v  Pendahuluan

Kegiatan pada sesi ini, saya cebagai Calon Guru Penggerak akan untuk melakukan wawancara kepada dua orang pimpinan sekolah . wawancara pertama yakni pimpinan tempat saya bertugas di SMPN 1 Sukatani Ibu Eva Nurlaela, S.Pd dan Kepala sekolah dari SMPN 10 Purwakarta Bapak Ecep Kustiwa, M.Pd tentang beberapa hal dalam pengambilan Keputusan sebagai pimpinan sekolah.  Semoga dalam wawancara ini saya akan mendapatkan beberapa pencerahan dan pengalaman berharga.

Dalam sesi wawancara terhadap kedua narasumber tersebut, saya mengajukan beberapa pertanyaan, tapi sebelumnya saya berdiskusi dahulu tentang definisi Bujukan Moral dan Dilema Etika agar nantinya memiliki persepsi yang selama jalannya proses wawancara. Pertanyaan-pertanyaan yang saya ajukan, yakni ;

    1. Selama Bapak/Ibu memimpin, bagaimana cara Bapak/Ibu dalam mengidentifikasi alam mengidentifikasi kasus-kasus yang kasus-kasus yang terjadi di sekolah? Seperti kasus dilema etika atau bujukan moral?
    2. Selama Bapak/Ibu memimpin, bagaimana cara Bapak/Ibu dalam menjalankan pengambilan keputusan di sekolah, terutama pada kasus-kasus yang mengandung dua kepentingan yang samasama benar atau sama-sama mengandung nilai kebajikan?
    3. Langkah-langkah atau prosedur seperti apa yang biasa Bapak/Ibu lakukan selama ini?
    4. Hal-hal apa saja yang selama ini Bapak/Ibu anggap efektif dalam pengambilan keputusan pada kasus-kasus dilema etika?
    5. Hal-hal apa saja yang selama ini merupakan tantangan dalam pengambilan keputusan pada kasus-kasus dilema etika?
    6. Apakah Bapak/Ibu memiliki sebuah tatakala atau jadwal tertentu dalam sebuah penyelesaian kasus dilema etika, apakah Anda langsung menyelesaikan di tempat, atau memiliki sebuah jadwal untuk menyelesaikannya, bentuk atau prosedur seperti apa yang Anda jalankan?
    7. Adakah seseorang atau faktor-faktor apa yang selama ini mempermudah atau membantu Bapak/Ibu dalam pengambilan keputusan dalam kasus-kasus dilema etika?
    8. Dari semua hal yang telah disampaikan, pembelajaran apa yang dapat Bapak/Ibu petik dari pengalaman Bapak/Ibu mengambil keputusan dilema etika?

v  Hasil Wawancara

  • Sesi wawancara dengan Ibu Eva Nurlaela, S.Pd  sebagai Kepala Sekolah SMPN 1 Sukatani.  
Selama beliau menjalankan sebagai pemimpin sekolah dan pengambilan keputusan, cara beliau mengidentifikasi kasus-kasus yang terjadi di sekolah biasanya beliau tidak hanya fokus pada kasus tersebut melainkan juga menyelami sejauh mana karakter orang-orang yang terlibat di dalamnya, menyelami dalam hal ini adalah, beliau cenderung sudah memiliki standar tertentu, misal  jika orang tersebut  jika orang tersebut karakter A maka  akan cenderung berbuat B dan sejenisnya, dengan mengenali  jenis karakter ini dari orang-orang yang terlibat dapat membantu beliau dalam  mengidentifikasi kasus-kasus yang sedang terjadi.

Selanjutnya, apabila terjadi kasus-kasus yang mengandung dua kepentingan yang sama-sama benar cara yang diambil Ibu Eva Nurlaela dalam menjalankan keputusannya adalah beliau akan mengambil keputusan memilih mana yang lebih mungkin masih bisa dikembangkan dan yang tidak masih bisa dikembangkan dan yang tidak merugikan pihak sekolah dan tidak merugikan nama baik sekolah (jika kaitannya dengan nama baik sekolah).

Langkah-langkah atau prosedur yang selama ini Langkah-langkah atau prosedur yang selama ini telah dilakukan Ibu Eva Nurlaela dalam pengambilan keputusan keputusan  adalah terlebih dahulu mengidentifikasi keuntungan dan kerugian yang mungkin ditimbulkan dan meminta saran dan masukan pada  beberapa wakasek atau yang berkaitan dengan suatu kasus  sehingga suatu keputusan  bisa dipertanggungjawabkan oleh semua pihak serta mempertimbangkan untuk keberpihakan pada murid. 

Menurut beliau, meskipun kasus Dilema Etika sudah sering terjadi, namun bukan sesuatu yang mudah untuk diambil keputusan faktor yang menjadi tantangan salah satunya adalah faktor perasaan/rasa yang mungkin muncul dalam penyelesaian sebuah kasus semisal rasa bersalah, kasihan dan lain sebagainya, sedangkan tentang waktu penyelesaian kasusnya beliau menyelesaikannya menyesuaikan dengan jenis kasus dan seberapa berdampak besar kasus tersebut  bagi banyak orang. Memandang tentang beratnya hal ini beliau merasa membutuhkan banyak pihak beliau merasa membutuhkan banyak pihak untuk membantu mempermudah dalam penyelesaiannya. Setelah diskusi ini salah satu hal yang dapat dipelajari bersama Ibu Eva Nurlaela maupun saya sepakat bahwa penting untuk selalu   aware /sadar dengan gejala sosial di masyarakat untuk memperluas wawasan agar lebih bijaksana dalam mengambil keputusan tentang dilema etika

 

  • Sesi wawancara dengan Bapak Ecep Kustiwa, M.Pd, sebagai Kepala SMPN 10 Purwakarta 

Selama Pak Ecep Kustiwa  dalam memutuskan beberapa kasus hal yang beliau lakukan untuk mengidentifikasi kasus-kasus yang terjadi dengan berdasarkan mencermati fakta yang ada, mengaktifkan sisi intuisi (perasaan) dan mengidentifikasi orang-orang yang terlibat dalam kasus tersebut. kasus tersebut.  Jika terjadi kasus yang mengandung dua kepentingan yang sama-sama benar biasanya Pak Ecep Kustiwa akan menganalisa dilihat dari skala prioritas dan yang memiliki efek negatif lebih kecil. Prosedur yang dilakukan oleh Pak Ecep Kustiwa dalam kaitannya untuk memutuskan sebuah kasus adalah dengan mendengarkan informasi dari berbagai pihak, serta memperhatikan kode etik yang ada terutama untuk memutuskan kasus yang memuat dilema etika, beliau berpendapat bahwa yang paling efektif adalah pengambilan keputusan berdasarkan rasa kepedulian tanpa mengabaikan peraturan.

Tentang tantangan, waktu penyelesaian dan faktor-faktor yang mempermudah pengambilan keputusan pak Ecep Kustiwa bahwa tantangan yang terberat adalah tentang perasaan dan rasa bersalah. Waktu penyelesaiannya pun disesuaikan dengan jenis masalah itu sendiri dan merasa membutuhkan pihak-pihak lain yang hkan pihak-pihak lain yang kompeten dengan kompeten dengan kasus tersebut sebagai faktor yang mempermudah penyelesaian kasusnya.

Pada akhir wawancara saya kagum dengan keteguhan Pak Ecep Kustiwa sebagai pemimpin, yaitu setelah banyak hal yang dilalui dalam menyelesaikan setiap kasus beliau menyadari bahwa pada akhirnya setiap keputusan tidak dapat selalu menyenangkan semua pihak, beliau menyadari betul hal itu sebagai pemimpin dan menerima dengan lapang dada.

 

Analisa

Untuk membantu saya menganalisa tentang hasil wawancara dengan dua pimpinan saya di sekolah, saya akan menguraikannya dengan jenis dilema etika, prinsip pengambilan keputusan dan pengujian keputusan mana yang lebih sering digunakan.

1. Paradigma Dilema Etika

Bu Eva Nurlaela  dalam pengambilan keputusan dalam menerapkan paradigamadisesuaikan dengan jenis dilema etikanya akan tetapi cenderung kepada paradigma jangka pendek lawan jangka panjang karena dalam pememilihan keputusan mempertimbangkan  kebaikan jangka pendek artinya yang kelihatannya terbaik untuk saat ini atau yang terbaik untuk masa yang akan datang dilema etika, sedangkan Pak Ecep Kustiwa sering mengedepankan paradigma Dilema Etika Kebenaran lawan kesetiaan, Beliau sering menyampaikan bahwa mencermati fakta yang ada perlu dilakukan, menaati peraturan namun juga tetap mementingkan kepedulian adalah bagian dari cara beliau mengambil keputusan. Ketika dalam salah satu wawancara  dihadapkan pada dua hal yang sama-sama penting dan benar beliau akan melihat mana yang masih banyak kebenarannya dibanding kesetiaan karena harus memilih antara jujur atau setia (atau bertanggung jawab) kepada orang lain dan akan jujur menyampaikan informasi berdasarkan fakta atau kita akan menjunjung nilai kesetiaan pada profesi, kelompok tertentu, atau komitmen yang telah dibuat sebelumnya.


  2. Prinsip Pengambilan Keputusan

Pada prinsip pengambilan keputusan, bu eva nurlaela cenderung berpikir berbasis peraturan, hasil akhir namun juga memiliki kepedulian dimana beliau selalu mengatakan penting untuk memiliki kepedulian namun tidak melanggar peraturan dan selain itu saya merasa bahwa beliau juga berorientasi dan siap tentang hasil akhir dimana dalam kesimpulan wawancara beliau mengatakan bahwa pada akhirnya (hasil akhir) tidak selalu dapat memuaskan semua pihak yang terlibat. Sedangkan Pak Ecep Kustiwa cenderung lebih mengutamakan kepedulian dengan sangat berhati-hati dalam pengambilan keputusan  dan cenderung lebih mengutamakan perasaan. Beliau beberapa kali menyinggung tentang keharusan untuk mengamati secara lebih jauh kondisi sosial masyarakat yang terus bergerak dan selalu menyelami karakter orang-orang yang terlibat sebagai salah satu faktor pendukung dalam memutuskan sebuah kasus.

 

3. Langkah Pengambilan Keputusan

Terkait langkah-kangkah pengambilan keputusan yang mereka lakukan secara umum mereka telah menerapkan langkah-langkah yang menurut saya kurang lebih hampir sama seperti isi lebih hampir sama seperti isi teori pada modul teori pada modul 3.1 ini, seperti mengenali nilai-nilai yang bertentangan, menentukan pihak-pihak yang terlibat (seperti dalam wawancara), mengumpulkan fakta-fakta sebelum memutuskan, mendengarkan keterangan banyak pihak hanya saja dikarenakan mereka tidak memiliki konsep pengetahuan dari modul ini, sehingga apa yang mereka lakukan mungkin saja tidak berurutan sesuai dengan sembilan langkah pengambilan dan pengujian keputusan. Mungkin yang masih perlu sering dilakukan adalah melihat kembali keputusan dan merefleksikan sehingga rasa bersalah yang beliau berdua sebutkan sebagai tantangan akan menjadi minim terjadi.

Namun, secara umum sebetulnya beliau berdua telah melakukannya apa-apa yang terangkum dalam konsep materi pada modul 3.1. Demikian analisa sederhana dari hasil wawancara dengan Ibu Eva Nurlaela selaku l Kepala Sekolah SMPN 1 Sukatani  dan Pak Ecep Kustiwa selaku Kepala Sekolah SMPN 10 Purwakarta. Masih terdapat banyak kekurangan pada banyak hal, Semoga dapat diperbaiki lagi kedepannya.

 

Terima kasih