Minggu, 03 Desember 2023

KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 2.3

KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 2.3
COACHING UNTUK SUPERVISI AKADEMIK
TENI MARYANI
CGP ANGKATAN 9 PURWAKARTA




Pertanyaan pemantik :

  • Bagaimana peran Anda sebagai seorang coach di sekolah dan keterkaitannya dengan materi sebelumnya di paket modul 2 yaitu pembelajaran berdiferensiasi dan pembelajaran sosial dan emosi ?

Seorang coach di sekolah memiliki peran penting dalam mendukung pengembangan siswa secara holistik. Coach tidak hanya berfokus pada aspek akademik, tetapi juga membantu siswa dalam pengembangan sosial dan emosional mereka. Dalam hal ini, saya akan menjelaskan peran seorang coach di sekolah dan keterkaitannya dengan materi pembelajaran berdiferensiasi serta pembelajaran sosial dan emosi.

Peran seorang coach di sekolah

Setelah mempelajari modul 2.3 ini saya sangat senang sekali dan mendapatkan suatu pengalaman baru dalam hal pengajaran yaitu dilatih menjadi seorang coach di sekolah berperan sebagai mentor dan fasilitator dalam membantu siswa dalam mencapai tujuan mereka, baik di dalam maupun di luar kelas. Dalam hal ini saya sering kali dimintai pendapat murid saya dalam hal akademik ataupun masalah pribadi, masalah sosial dan emosional yang dihadapi oleh siswa sangat bermacam – macam, seperti masalah kepercayaan diri, hubungan dengan teman sebaya, dan mengelola emosi. 

Selain sebagai mentor atau guru saya dapat memberikan dukungan moral dan mendengarkan siswa yang mengalami kesulitan. Dengan demikian, sebagai coach dapat membantu siswa dalam mengembangkan keterampilan sosial dan emosional mereka, yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. dengan bekal ilmu yang saya dapat dari modul 2.3 ini mengenai coaching saya dapat dengan mudah membantu mereka untuk menguraikan masalah dan menemukan solusi yang akan dicapai untuk tujuan tertentu.

  • Bagaimana keterkaitan keterampilan coaching dengan pengembangan kompetensi sebagai pemimpin  pembelajaran?

Menurut Whitmore (2003) mendefinisikan coaching sebagai kunci pembuka potensi seseorang untuk untuk memaksimalkan kinerjanya. Coaching lebih kepada membantu seseorang untuk belajar daripada mengajarinya.  Coaching dalam metode pengembangan diri bahwa fungsi coaching  sudah dipraktikan selama ini di sekolah yaitu sebagai mentoring, konseling, fasilitasi dan training. Dari keempat  metode pengembangan diri tersebut memilik peran yang berbeda-beda sesuai dengan tujuan dan hubungan antar coach sera coaching.

Sebagai pemimpin  pembelajaran selain harus menguasai kompetensi Sosial emosial untuk memperhatikan perbedaan individual siswa dalam belajar dan memastikan pembelajaran yang berpihak pada murid, maka perlu adanya supervisi akademik  yang bertujuan untuk pengembangan kompetensi diri dalam setiap pendidik di sekolah. Untuk melaksanakan supervisi pendidikan perlu adanya ruang untuk mendorong perbaikan dan pengembangan diri guru di sekolahnya dalam kegiatan coaching, baik sebagai coach maupun  sebagai coachee. Pelaksanaan supervisi akademik akan meningkatkan pengembangan diri seseorang dalam menumbuhkan moitivasi tersendiri. Selain itu dalam pelaksanaan harus menggunakan keterampilan coaching dengan paradigma berfikir dan prinsip coaching yang ditunjang dengan kompetensi coaching.

Peranan Coach  ialah dapat membantu siswa dalam memahami materi pelajaran dengan cara yang berbeda-beda. Coach dapat memberikan dukungan tambahan bagi siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami materi pelajaran, seperti dengan memberikan materi yang lebih terperinci, menjelaskan konsep dengan cara yang berbeda, atau memberikan contoh konkret untuk membantu siswa memahami materi pelajaran.

Selain itu, coach juga dapat membantu siswa dalam memahami materi pelajaran dengan cara yang berbeda-beda. Coach dapat memberikan dukungan tambahan bagi siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami materi pelajaran, seperti dengan memberikan materi yang lebih terperinci, menjelaskan konsep dengan cara yang berbeda, atau memberikan contoh konkret untuk membantu siswa memahami materi pelajaran.

Coaching, sebagaimana telah dijelaskan pengertiannya dari awal memiliki peran yang sangat penting karena dapat digunakan untuk menggali potensi diri sekaligus mengembangkannya dengan berbagai strategi yang disepakati bersama. Proses coaching yang berhasil akan menghasilkan kekuatan bagi coach dan coachee untuk mengembangkan diri secara berkesinambunga.

Keterampilan coaching memiliki keterkaitan yang erat dengan pengembangan kompetensi sebagai pemimpin pembelajaran. Sebagai pemimpin pembelajaran, seseorang harus memiliki kemampuan untuk memimpin dan mengelola tim, serta membantu anggota tim dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Keterampilan coaching sangat relevan dalam pengembangan kompetensi pemimpin pembelajaran dalam hal ini. Berikut adalah beberapa keterkaitan keterampilan coaching dengan pengembangan kompetensi sebagai pemimpin pembelajaran :

a.     Keterkaitan dengan Pembelajaran Sosial dan Emosi

Seorang coach memiliki kemampuan untuk membangun hubungan yang baik dengan siswa dan membantu mereka dalam mencapai tujuan Pembelajaran sosial dan emosi adalah bagian penting dari pengembangan siswa secara holistik. Coach di sekolah dapat membantu siswa dalam mengembangkan keterampilan sosial dan emosional mereka melalui pendekatan yang terstruktur dan berkelanjutan.

Coach dapat memberikan dukungan dalam hal ini dengan membantu siswa mengidentifikasi dan mengelola emosi mereka, meningkatkan kemampuan interpersonal, membangun hubungan yang positif dengan teman sebaya, dan mengembangkan keterampilan yang diperlukan dalam mengatasi konflik. Dalam hal ini, coach dapat membantu guru dalam melaksanakan program pembelajaran sosial dan emosi di sekolah. Coach dapat bekerja sama dengan guru dalam mengembangkan program pembelajaran sosial dan emosi yang terintegrasi dengan kurikulum dan memfasilitasi kegiatan dan program sosial dan emosi di sekolah.

b.  Kemampuan untuk Mendengarkan dan Memberikan Dukungan

Sebagai seorang coach, kemampuan untuk mendengarkan dan memberikan dukungan sangat penting. Hal ini juga relevan dalam pengembangan kompetensi sebagai pemimpin pembelajaran. Seorang pemimpin pembelajaran yang baik harus memiliki kemampuan untuk mendengarkan keluhan dan masalah anggota tim, serta memberikan dukungan dan solusi yang tepat. Dengan kemampuan ini, seorang pemimpin pembelajaran dapat membangun hubungan yang baik dengan anggota tim dan meningkatkan kinerja tim secara keseluruhan.

c.   Kemampuan untuk Mengembangkan Keterampilan dan Potensi Anggota Tim

Seorang coach memiliki peran penting dalam mengembangkan keterampilan dan potensi siswa. Hal ini juga relevan dengan pengembangan kompetensi sebagai pemimpin pembelajaran. Seorang pemimpin pembelajaran harus mampu mengembangkan keterampilan dan potensi anggota tim, serta membantu mereka dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dengan kemampuan ini, seorang pemimpin pembelajaran dapat menciptakan tim yang lebih efektif dan produktif.

d.   Kemampuan untuk Membangun Hubungan dan Meningkatkan Kinerja Tim

yang telah ditetapkan. Hal ini juga relevan dengan pengembangan kompetensi sebagai pemimpin pembelajaran. Seorang pemimpin pembelajaran harus memiliki kemampuan untuk membangun hubungan yang baik dengan anggota tim dan membantu mereka dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dengan kemampuan ini, seorang pemimpin pembelajaran dapat meningkatkan kinerja tim secara keseluruhan.

e.   Kemampuan untuk Mengelola Konflik


Seorang coach memiliki kemampuan untuk membantu siswa dalam mengatasi konflik dan meningkatkan keterampilan interpersonal mereka. Hal ini juga relevan dengan pengembangan kompetensi sebagai pemimpin pembelajaran. Seorang pemimpin pembelajaran harus memiliki kemampuan untuk mengelola konflik yang terjadi di antara anggota tim dan membantu mereka dalam menyelesaikan masalah secara efektif. Dengan kemampuan ini, seorang pemimpin pembelajaran dapat menciptakan lingkungan kerja yang harmonis dan produktif.

 

Pemikiran reflektif terkait pengalaman belajar

 
Saya sangat senang sekali dan mendapatkan suatu pengalaman baru dalam hal pengajaran yaitu dilatih menjadi seorang coach di sekolah berperan sebagai mentor dan fasilitator dalam membantu siswa dalam mencapai tujuan mereka, baik di dalam maupun di luar kelas, yang perlu diperbaiki dalam pengalaman sebagai coach adalah untuk mengembangkan kompetensi sebagai seorang coach ,yaitu bagaimana untuk belajar mengembangkan kemampuan berkomunikasi salah satunya adalah memberikan pertanyaan berbobot kepada coachee untuk membantu coachee menemukan solusi permasalahan yang dihadapi.

Analisis untuk implementasi dalam konteks Calon Guru Penggerak

Ada banyak tantangan yang dihadapi sebagai seorang coach dan guru penggerak yang sesuai dengan konteks asal CGP (baik tingkat sekolah maupun daerah) yaitu tantangan dalam memotivasi siswa: Siswa seringkali kehilangan motivasi untuk belajar, terutama dalam kondisi yang sulit seperti pandemi saat ini. Guru sebagai penggerak harus mencari cara untuk memotivasi siswa dengan cara yang berbeda-beda agar mereka tetap termotivasi dan terus belajar. 

alternatif solusi terhadap tantangan yang diidentifikasi yang dapat dilakukan adalah  guru dapat mencoba berbagai cara seperti memberikan tantangan atau proyek yang menarik dan relevan dengan kehidupan sehari-hari siswa. Selain itu, guru juga dapat menciptakan lingkungan belajar yang positif dan mendukung dengan memberikan umpan balik yang konstruktif.

Kemudian tantangan berikutnya ialah tantangan dalam mengatasi perbedaan siswa: Setiap siswa memiliki kebutuhan belajar yang berbeda-beda. Hal ini membuat tugas guru menjadi lebih sulit dalam menyusun strategi pembelajaran yang dapat mencapai semua siswa di kelas. 

Alternatif solusi terhadap tantangan yang diidentifikasi yang dapat dilakukan adalah   Guru dapat menerapkan pembelajaran berdiferensiasi dengan memahami kebutuhan belajar siswa dan menciptakan pengalaman belajar yang sesuai dengan kemampuan dan minat mereka. Selain itu, guru juga dapat memanfaatkan teknologi dan sumber daya lainnya untuk membantu siswa dalam belajar.

Membuat keterhubungan Materi

Sebelum mempelajari teknik coaching, saya hanya fokus pada pemberian materi pembelajaran dan penggunaan metode pengajaran yang sudah terbiasa. Sehingga saya belum terbiasa untuk mengetahui kebutuhan belajar masing-masing siswa secara individu dan meresponnya dengan cara yang sesuai. Selain itu, mereka mungkin belum terbiasa untuk memberikan umpan balik konstruktif secara teratur dan berusaha untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah belajar siswa. 

Setelah mempelajari teknik coaching, saya lebih terampil dalam memahami kebutuhan belajar individu siswa dan memberikan solusi yang sesuai. Setelah mempelajari teknik coaching saya juga lebih terampil dalam memberikan umpan balik konstruktif secara teratur, mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah belajar, serta membantu siswa mencapai tujuan mereka. 

Selain itu, dengan teknik coaching, saya dapat menjadi lebih efektif dalam membangun hubungan yang positif dengan siswa, yang dapat meningkatkan motivasi dan minat siswa dalam belajar. Selain itu, teknik coaching juga dapat membantu saya untuk membangun lingkungan kelas yang lebih inklusif dan berdiferensiasi, yang memungkinkan siswa dengan berbagai kebutuhan belajar untuk berkembang dengan cara yang sesuai dengan kemampuan mereka.

Rabu, 01 November 2023

KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 2.1 PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI

KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 2.1 
PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI
TENI MARYANI 
CGP ANGKATAN 9 PURWAKARTA

 
Kegiatan Tutor sebaya hafalan Q.S An-Nisa/4:59

A. Pembelajaran berdeferensiasi menurut pendapat saya pribadi?

Pembelajaran diferensiasi ialah serangkaian keputusan masuk akal (common sense) yang dibuat oleh guru yang bisa mengakomodasi kebutuhan belajar murid yang berbeda-beda dan berorientasi kepada pemenuhan kebutuhan belajar siswa. Pembelajaran berdeferensiasi memberikan ruang yang sama bagi murid untuk menumbuhkembangkan minat dan bakatnya yang beragam saat belajar didalam kelas. 

Pendekatan Pembelajaran Berdiferensiasi mengharuskan para guru untuk menjadi fleksibel dalam pendekatan mereka ketika mengajar, menyesuaikan kurikulum, dan menyajikan informasi kepada siswa. Pembelajaran Berdiferensiasi merupakan teori pembelajaran yang didasarkan pada pernyataan bahwa pendekatan pembelajaran yang digunakan harus bervariasi dan disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing siswa. 

Upaya untuk memenuhi kebutuhan murid dalam mengembangkan  perbedaan potensi dan kompetensi murid, harus memenuhi prinsip-prinsip pembelajaran diferensiasi, yaitu :

    1. Kurikulum yang memiliki tujuan pembelajaran yang didefinisikan secara jelas
    2. Bagaimana guru menanggapi atau merespon kebutuhan belajar siswanya
    3. Menciptakan lingkungan belajar yang “mengundang’ murid untuk belajar
    4. Manajemen kelas yang efektif
    5. Penilaian berkelanjutan
Bagaimana pembelajaran berdeferensiasi dapat di implementasikan di dalam kelas?

Seorang guru harus mampu memberikan keadilan dalam memenuhi kebutuhan belajar murid yang beragam. Adil disini bukan berarti pembagian sama rata, keadilan yang dimaksud disini adalah guru berusaha memastikan semua murid mendapatkan apa yang dia butuhkan dalam menumbuhkan kembangkan minat dan bakatnya, dan tetunya saja hal itu akan menjadikan porsi yang berbeda-beda untuk semua murid.

Seorang guru untuk mengetahui dan memetakan kebutuhan belajar muridnya, setidaknya ada 3 aspek data yang harus dipetakan oleh seoarang guru mengajar :

  1. Kesiapan Belajar Murid (Readiness)

Kesiapan belajar (readiness) adalah kapasitas untuk mempelajari materi, konsep, atau keterampilan baru dari seorang murid. Kapasitas murid dalam mempelajari sebuah materi pembelajan berbeda-beda. Ada murid yang suka pembelajarannya dari abstrak ke konkrit atau sebaliknya, ada juga murid yang senang materi pembelajarannya disampaikan  dari sederhana ke kompleks tetapi ada juga yang sebaliknya, Saat menyelesaikan tugas, kadang-kadang ada murid-murid yang masih memerlukan struktur yang jelas, dalam kemampuan suatu mata pelajaran ada yang cepat dan ada pula yang lambat. Sehingga seorang guru bisa menyiapakan pembelajaran dengan dinamika kesiapan belajar murid yang sangat beragam.

  2. Minat Murid

Minat merupakan suatu keadaan mental yang menghasilkan respons terarah kepada suatu situasi atau objek tertentu yang menyenangkan dan memberikan kepuasan diri. Minat sebenarnya dapat kita lihat dalam 2 perspektif, yaitu : 

  • minat situasional. Dalam perspektif ini, minat merupakan keadaan psikologis yang dicirikan oleh peningkatan perhatian, upaya, dan pengaruh, yang dialami pada saat tertentu Seorang anak bisa saja tertarik saat seorang gurunya berbicara tentang topik hewan, meskipun sebenarnya ia tidak menyukai topik tentang hewan tersebut, karena gurunya berbicara dengan cara yang sangat menghibur,  menarik dan menggunakan berbagai alat bantu visual.
  • minat individu, minat ini dapat dilihat sebagai sebuah kecenderungan individu untuk terlibat dalam jangka waktu lama dengan objek atau topik tertentu. Seorang anak yang memang memiliki minat terhadap hewan, maka ia akan tetap tertarik untuk belajar tentang hewan meskipun mungkin saat itu guru yang mengajar sama sekali tidak membawakannya dengan cara yang menarik atau menghibur.
Ada Beberapa cara yang dapat dilakukan oleh seoarang guru untuk menarik minat belajar muridnya:
    1. menciptakan situasi pembelajaran yang menarik perhatian murid (misalnya dengan humor, menciptakan kejutan-kejutan, dsb);
    2. menciptakan konteks pembelajaran yang dikaitkan dengan minat individu murid;
    3. mengkomunikasikan nilai manfaat dari apa yang dipelajari murid,
    4. menciptakan kesempatan-kesempatan belajar di mana murid dapat memecahkan persoalan (problem-based learning)

  3. Profil Belajar Murid

Profil belajar murid terkait dengan banyak faktor. Berikut ini adalah beberapa diantaranya:

  • Preferensi terhadap lingkungan belajar, misalnya terkait dengan suhu ruangan, tingkat kebisingan, jumlah cahaya, apakah  lingkungan belajarnya  terstruktur/tidak terstruktur,  dsb.  Contohnya: mungkin ada anak yang tidak dapat belajar di ruangan yang terlalu dingin, terlalu bising, terlalu terang, dsb. 
  • Pengaruh Budaya: santai - terstruktur, pendiam - ekspresif, personal - impersonal.
  • Preferensi gaya belajar. Gaya belajar adalah bagaimana murid memilih, memperoleh, memproses, dan mengingat informasi baru.  Secara umum gaya belajar ada tiga, yaitu:
    1.  visual : belajar dengan melihat (misalnya melalui materi yang berupa gambar, diagram, power point, catatan, peta konsep, graphic organizer, dsb);
    2. auditori : belajar dengan mendengar (misalnya mendengarkan penjelasan guru, membaca dengan keras, mendengarkan pendapat  saat berdiskusi, mendengarkan musik);
    3. kinestetik : belajar sambil melakukan (misalnya sambil bergerak, melakukan kegiatan hands on, dsb).
  • Preferensi berdasarkan kecerdasan  majemuk (multiple intelligences): Teori tentang kecerdasan majemuk menjelaskan bahwa manusia sebenarnya memiliki delapan kecerdasan berbeda yang mencerminkan berbagai cara kita berinteraksi dengan dunia. Kecerdasan tersebut adalah visual-spasial, musical, bodilykinestetik, interpersonal, intrapersonal, verbal-linguistik, naturalis, logic matematika.

 Berikutnya yang harus dilakukan oleh guru adalah membuat perencanaan pembelajaran yang mengakomodir kebutuhan belajar murid berdasarkan tiga aspek di atas. Jika semuanya dijalankan dengan benar, maka  pembelajaran berdeferensiasi akan bisa diimplementasikan di dalam kelas.

 

B. Bagaimana pembelajaran berdiferensiasi dapat memenuhi kebutuhan belajar murid dan membantu mencapai hasil belajar yang optimal ?

Kunci keberhasilan pembelajaran berdeferensiasi ada pada seoarang guru. Guru harus  dapat menggali data kebutuhan murid dan kemudian memetakannya dengan benar agar bisa membuat perencanaan pembelajaran yang bisa mengakomodasi beragam kebutuhan murid. Jika hal itu dilakukan dengan benar dan penuh kesungguhan maka pembelajaran berdeferensiasi akan mampu membantu murid dalam mencapai hasil belajar yang optimal.

 Mendapatkan informasi tentang kebutuhan belajar murid, tidak selalu harus melibatkan sebuah kegiatan yang rumit. Guru yang memperhatikan dengan saksama hasil penilaian formatif, perilaku murid, refleksi murid, dan terbiasa mendengarkan dengan baik murid-muridnya biasanya akan lebih mudah mengetahui kebutuhan belajar murid-muridnya.  Membuat catatan tentang profil murid juga akan sangat membantu guru menyesuaikan proses pembelajaran dengan kebutuhan murid-muridnya.

C. bagaimana keterkaitan antara materi dalam modul 2.1 Pembelajaran berdeferensiasi dengan modul lain di Program Pendidikan Guru Penggerak?

Pembelajaran berdeferensai pada modul 2.1 sangat terkait dengan modul-modul lainnya pada pendidikan guru penggerak, diantaranya:

Pertama, pada modul 1.1 filosofi pendidikan nasional Ki Hajar Dewantara, pendidikan harus menyesuaikan dengan kodrat alam yaitu  kondisi murid sejak lahir yang dipengaruhi kultur budaya, lingkungan tempat murid berada dan kodrat zaman yaitu perubahan yang selalu terjadi dari waktu ke waktu.

Kedua, pada modul 1.2 Nilai-nilai dan peran guru penggerak, salah satu poin dari nilai-nilai guru penggerak adalah berpihak kepada murid yang artinya harus bisa memenuhi kebuatuhan belajar murid, selain itu peran guru penggerak adalah sebagai pemimpin pembelajaran yang artinya harus mampu mengatur dan merencanakan pembelajaran dengan baik dan mampu mewujudkan kepemimpinan murid.

Ketiga, pada modul 1.3 Visi guru penggerak, salah satu poin penting adalah guru penggerak harus mampu menggerakan perubahan di sekolahnya masing-masing terutama terkait dengan pembelajaran yang berpihak kepada murid.

Keempat, pada modul 1.4 budaya positif  salah satu poin penting yang berkaitan dengan modul 2.1 pembelajaran berdeferensiasi adalah guru harus berperan sebagai manajer yang didalam menyelesaikan permasalah murid harus menggunakan metode segitiga restitusi, dalam metode segitiga restitusi setiap murid harus diperhatikan kebutuhan dasarnya, karena biasanya kasus atau permasalahan murid dilandasi oleh salah satu dari kebutuhan dasarnya yang tidak terpenuhi, dan bisa saja salah satunya adalah kebutuhan belajarnya yang tidak terpenuhi.

 


Peta Konsep Koneksi Antar Materi Modul 2.1



Minggu, 15 Oktober 2023

Koneksi Antar Materi Modul 1.4

 

Koneksi Antar Materi Modul 1.4
 Oleh : Teni Maryani  CGP Angkatan 9


Pembiasaan Budaya Positif

Peta Konsep Modul 1.4

Kesimpulan tentang peran saya dalam menciptakan budaya positif di sekolah.

 
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
 
Salam sejahtera buat kita semua, Sahabat guru dimanapun berada, dan juga siapa saja yang menjumpai artikel ini, saya mencoba dan belajar menulis  artikel  dalam  blog ini untuk menuangkan  dan mengekspresikan terkait apa yang sudah saya pelajari setelah saya mengikuti Pendidikan Calon Guru Penggerak.
 
Sedikit kilas balik apa yang sudah saya pelajari pada modul 1 tentang : Paradigma dan Visi Guru Penggerak, dan  modul 1 ini terbagi menjadi  4 (empat) sub modul yang terdiri dari modul 1.1 materi Refleksi Filosofis Pendidikan Nasional Ki Hadjar Dewantara, Modul 1.2 dengan materi Nilai-nilai dan Peran Guru Penggerak, Modul 1.3 dengan materi Visi Guru Penggerak dan terakhir adalah Modul 1.4 dengan materi Budaya Positif. Dalam rangkaian modul tersebut merupakan rangkaian tentang paradigma dan visi guru penggerak, artinya peran sebagai guru penggerak adalah antara lain sebagai pemimpin pembelajaran yang nantinya bisa mendorong tumbuh kembang murid secara holistik, aktif dan proaktif.
 
Dalam modul 1.1 tentang  materi Refleksi Filosofi Pendidikan Nasional – Ki Hadjar Dewantara, diberikan pemahaman yang sangat luar biasa karena dalam modul ini merubah mindset/pemikiran tentang pendikan sebagaimana yang disampaikan Ki Hajar Dewantara bahwa setiap murid mempunyai kodratnya masing-masing dan tugas guru hanya menuntun kodrat murid sehingga nantinya murid bisa mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya baik sebagai pribadi dan juga sebagai anggota masyarakat. Ada beberapa hal yang bisa saya pahami dari pernyataan Ki Hadjar Dewantara yang tertuang dalam materi modul 1.1 adalah
  1. Pendidikan adalah menuntun tumbuh atau hidupnya kodrat yang ada pada anak agar dapat memperbaiki lakunya untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat
  2. Murid diibaratkan sebagai tanaman, tidak akan tumbuh jagung murid yang mempunyai kodrat padi, dan sebaliknya tidak akan tumbuh padi murid yang mempunya kodrat jagung, guru hanya merawat saja sesuai dengan cara menanam sesuai dengan kodratnya. “tanamlah jagung seperti menanam jagung, dan tanamlah padi seperti menanam padi”
  3. Pendidikan hendaknya sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zamannya
  4. Pendidikan adalah tempat persemaian segala benih-benih kebudayaan
  5. Mendidik dengan sistem among (Ing ngarsa sung tulada, Ing madya mangun karsa, dan tut wuri handayani)
  6. Pendidikan yang menghamba pada anak
  7. Asimilasi budaya menganut konsep trikon (Kontinyu, Konvergen dan Konsentris)
 
Berlandaskan pada filosofi Ki Hadjar Dewantara, maka nilai dan peran guru penggerak diantaranya:
1. Nilai Guru Penggerak
a. Berpihak pada murid
b. Mandiri
c. Kolaboratif
d. Reflektif
e. Inovatif
2. Peran Guru Penggerak
a. Menjadi Pemimpin Pembelajaran
b. Menjadi coach bagi rekan kerja/guru lain
c. Mendorong kolaborasi
d. Mewujudkan kepemimpinan murid
e. Menggerakkan komunitas praktis
 
Untuk melaksanakan nilai dan peran guru penggerak maka harus mempunyai Impian/cita-cita untuk murid pada masa depan dengan dituangkan berupa visi guru penggerak. Impian tersebut guru bisa membuat rencana dan alur untuk mencapai sebuah Impian yaitu  dengan Prakarsa perubahan melalui rancangan  Asset, Tantangan, Aksi dan Pembelajaran (ATAP).  Untuk  membuat sebuah Prakarsa perubahan yaitu dengan pendekatan Inkuiri Apresiatif (IA) dengan menerapkan tahapan B-A-G-J-A. Adapun tahapan BAGJA ialah  Buat pertanyaan (define), Ambil Pelajaran (Discover), Gali Mimpi (Dream), Jabarkan Rencana (Design) dan Atur Ekseksusi (Deliver).
 
Dari manajemen inkuiri apresiatif BAGJA ini nantinya akan melahirkan Prakarsa-prakarsa perubahan yang sudah terencana dan siap dengan aksinyatanya yang nantinya akan menjadikan sebuah perubahan yang positif sesuai dengan visi guru penggerak dan juga sesuai dengan tujuan Pendidikan nasional. perubahan – perubahan positif yang dibentuk oleh Prakarsa tersebut akan tercipta atau terwujudnya sebuah budaya positif di sekolah.

Berikut ini  beberapa materi tentang budaya positif.
1. Disiplin positif dan kebajikan universal
a. Miskonsepsi tentang makna control
b. Minskonsepsi makna disiplin
c. Nilai-nilai kebajikan
 2. Teori motivasi (hukuman,penghargaan dan restitusi)
a. Motivasi perilaku seseorang
b. Hukuman, penghargaan dan restitusi
c. Tersandera oleh penghargaan
3. Keyakinan kelas
4. Lima kebutuhan dasar manusia dan dunia berkualitas
5. Lima posisi kontrol guru
6. Segitiga restitusi
 
Peran saya dalam menciptakan budaya positif di sekolah dimulai dari pemahaman diri sendiri,  penyebaran /sharing pada teman sejawat tentang keyakinan kelas, lima posisi kontrol dan penerapan segitiga restitusi. Penyebaran ini saya lakukan dengan metode persuasif (empat mata) sehingga nantinya penerapan disiplin positif bisa dimulai dari diri sendiri dan teman sejawat dan kemudian merambah pada warga sekolah, dengan tujuan dapat menumbuhkan budaya positif yang termotivasi dari dalam yang nantinya akan membentuk karakter murid sesuai dengan Profil Pelajar Pancasila.
 
Refleksi Pemahaman atas keseluruhan materi modul Budaya Positif
 
  • Sejauh mana pemahaman Anda tentang konsep-konsep inti yang telah Anda pelajari di modul ini, yaitu: disiplin positif, teori kontrol, teori motivasi, hukuman dan penghargaan, posisi kontrol guru, kebutuhan dasar manusia, keyakinan kelas, dan segitiga restitusi. Adakah hal-hal yang menarik untuk Anda dan di luar dugaan?

a. Disiplin Positif.
Disiplin positif adalah pendekatan untuk menuntun anak agar berdaya mengontrol diri, dan bagaimana menguasai diri untuk memilih tindakan yang mengacu pada nilai-nilai kabajikan. Disiplin positif merupakan komponen utama dalam mewujudkan budaya positif.
b. Teori kontrol
Pada dasarnya yang bisa mengontrol seseorang adalah seseorang itu sendiri. Seseorang bisa melakukan sesuatu atau tidak tergantung pada diri seseorang sesuai dengan motivasi pemenuhan kebutuhan dasar dan setiap kebutuhan dasar seseorang itu berbeda.
c. Teori Motivasi
Setiap perilaku manusia memiliki tujuan dan motivasi. Motivasi bisa berasal dari eksternal dan internal. Motivasi yang berasal dari eksternal bertujuan untuk menghindari ketidaknyamanan atau hukuman dan atau untuk mendapatkan imbalan/penghargaan. Sedangkan untuk motivasi yang berasal dari internal bertujuan untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya. Point dari disiplin positif adalah menanamkan motivasi yang berasal dari internal/dalam dirinya sendiri sehingga  akan menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya. Mareka akan sadar dengan keyakinan mereka sendiri dan tidak terpengatuh pada ketidaknyamanan, hukuman, imbalan atau penghargaan.
d. Hukuman dan penghargaan
Pada dasarnya hukuman dan penghargaan itu sama, hanya hukuman lebih ke arah cara mengontrol perilaku murid pada hal negatif sedangkan penghargaan adalah cara mengontrol perilaku murid pada hal positif. Hukuman mengotrol perilaku seseorang dengan sifat memaksa, menyakitkan dan menciptakan identitas gagal, sedangkan penghargaan merupakan bentuk pengendalian perilaku seseorang dengan suatu benda atau peristiwa yang diinginkan. Namun pada sejatinya pernghargaan dan hukuman adalah cara mengontrol perilaku murid yang secara tidak langsung menghambat potensi. Dimana dalam jangka waktu tertentu hukuman dan penghargaan akan berdampak pada ketergantungan serta mematikan motivasi instrinsik.
e. 5 (lima) posisi kontrol guru
Ada 5 (lima) posisi kontrol guru yaitu:
  • Penghukum
  • Pembuat merasa bersalah
  • Teman
  • Pemantau
  • Manajer
f. Kebutuhan Dasar Manusia
Kebutuhan dasar manusia merupakan kebutuhan yang sangat primer pada diri manusia, pada dasarnya setiap murid yang menyimpang dengan nilai-nilai kebajikan atau melanggar sebuah keyakinan, pada dasarnya murid tersebut tidak terpenuhinya salah satu kebutuhan dasarnya. Ada 5 (lima) kebutuhan dasar manusia yaitu:
  • Kebutuhan untuk bertahan hidup (survival)
  • Kebutuhan kasih sayang dan rasa diterima (Love and belonging)
  • Kebutuhan penguasaan (freedom)
  • Kesenangan (fun)
  • Penguasaan (power)
g. Keyakinan kelas
Keyakinan kelas adalah nilai-nilai kebajikan yang diyakini oleh kelas untuk menumbuhkan motivasi instrinsik dan budaya positif di kelas.
h. Segitiga Restitusi
Restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa Kembali pada kelompok mereka dengan karakter yang kuat. Dalam menciptakan restiusi perlulah beberapa Tindakan yang saling berkaitan satu sama lain, ada 3 (tiga) Tindakan yang saling berkaitan dalam proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahannya, sehingga dari 3 (tiga) tindakan dalam restitusi disebut dengan segitiga restitusi. Tujuan dalam segitiga restitusi adalah membimbing murid berdisiplin positif dengan motivasi yang berasal dari dalam (internal). Tahapan-tahapan pada pendekatan segitiga restitusi yaitu:
  • Menstabilkan identitas/Stabilize the identity.
  • Validasi Tindakan yang salah (validate the misbehaviour)
  •  Menanyakan keyakinan (seek the belief)
 
Adakah hal-hal menarik untuk anda dan diluar dugaan?

Hal menarik dari pemahaman pada materi tersebut adalah :
  • Hukuman dan penghargaan. Pada awalnya saya meyakini bahwa hukuman adalah sesuatu tindakan /sangsi yang bisa memotivasi murid untuk melaksanakan peraturan sekolah dikarenakan takut dengan adanya sangsi/hukuman dan saya sangat meyakini bahwa penghargaan adalah suatu tindakan yang dapat memotivasi murid sebagai bentuk apresiasi tentang perilaku baik kepada murid. Ternyata setelah saya mempelajari modul 1.4 ini hukuman dan penghargaan sama-sama bisa mematikan motivasi intrinsik murid, dan pada jangka waktu tertentu penghargaan akan membuat murid ketergantungan.
  • Keyakinan dan peraturan kelas. Pada awalnya saya meyakini bahwa  peraturan kelas merupakan suatu sistem yang sangat efektif untuk mengatur murid agar nantinya murid bisa berdisiplin positif sesuai dengan koridor peraturan kelas. Namun setelah saya mempelajari modul 1.4 peraturan justru tidak efektif dalam menciptakan budaya positif, peraturan hanya berasal dari motivasi eksternal yang nantinya akan bersifat ketergantungan pada suatu peraturan, sedangkan keyakinan kelas merupakan motivasi yang bersumber dari dalam, sehingga ada atau tidak adanya peraturan murid akan melakukan dan menerapkan disiplin positif sesuai dengan keyakinannya.
  • Segitiga restitusi. Hal yang paling menarik ketika pada tahapan menstabilkan identitas ketika seorang guru berkata pada murid bahwa “tidak apa-apa melakukan kesalahan, dan setiap orang pasti melakukan kesalahan”. Sehingga dari kalimat yang diucapkan oleh guru, murid bisa mengubah identitas mereka dari orang yang gagal menjadi orang yang sukses. Sedangkan yang sering saya lakukan biasanya menyudutkan murid dengan membahas berbagai aktivitas penyimpangan mereka dari beberapa sudut pandang.
  • Perubahan apa yang terjadi pada cara berpikir Anda dalam menciptakan budaya positif di kelas maupun sekolah Anda setelah mempelajari modul ini?
  1. Perubahan paradigma tentang hukuman dan penghargaan. Yang semula saya beranggapan bahwa penghargaan adalah langkah yang efektif untuk menumbuhkan budaya positif, ternyata untuk mebangun budaya yang positif harus berawal dari motivasi intrinsik yang nantinya akan membentuk sebuah keyakinan, baik keyakinan di kelas maupun sekolah
  2. Perubahan teori kontrol. Yang semula saya beranggapan bawa guru bisa mengotrol murid dengan daya dan upayanya, ternyata setelah mempelajari modul 1.4 guru dapat mengontrol murid itu hanyalah sebuah ilusi. Yang dapat mengontrol murid sebenarnya adalah murid itu sendiri. Walaupun tampaknya guru sedang mengontrol perilaku murid namun pada sejatinya murid mengizinkan dirinya dikontrol. Dari hal tersebut butuh motivasi instrinsik dari murid untuk menciptakan keyakinan kelas agar murid bisa melakukan sesuai dengan motivasi dari dalam.
  3. Perubahan segitiga restitusi. Yang semula saya menyelesaikan kasus penyimpangan dengan cara mengintervensi murid dengan menunjukkan sisi-sisi kesalahan dari berbagai sudut pandang, sekarang keyakinan saya berubah dengan menstabilkan identitas dari orang yang gagal menjadi orang yang sukses.
  • Pengalaman seperti apakah yang pernah Anda alami terkait penerapan konsep-konsep inti dalam modul Budaya Positif baik di lingkup kelas maupun sekolah Anda?
Pengalaman yang saya alami terkait penerapan konsep-konsep inti dalam moduk budaya positif baik di lingkup kelas maupun sekolah adalah menggunakan segitia restitusi dengan posisi kontrol sebagai manajer. Adapun hambatan dan tantangan saya masih berbenturan pada beberapa guru yang masih berparadigma bahwa kontrol penghukum adalah tindakan yang paling efektif untuk mendisiplikan murid. Sehingga saya butuh pendekatan khusus secara persuasif untuk berdiskusi dalam membangun pemahaman tentang disiplin positif dan budaya positif.
  • Bagaimana perasaan anda ketika mengalami hal tersebut?
Perasaan saya ketika mengalami hal tersebut, saya merasa mempunyai kewajiban untuk menyebarkan pemahaman tentang budaya positif baik di kelas maupun di sekolah. Terutama pada hal paradigima kontrol penghukum dan penggunaan segitiga restitusi dalam setiap pemecahan penyimpangan yang terjadi pada murid. Saya merasa mempunyai kewajiban kepada setiap warga sekolah untuk menyebarkan pemahaman bahwa setiap murid mempunyai kebutuhan dasar, dan jika kebutuhan dasar tersebut terpenuhi maka tidak aka nada penyimpangan-penyimpangan yang terjadi. Maka dari tersebut untuk memenuhi segalam kebutuhan murid dalam hal penyimpangan tentunya dibutuhkan segitiga restitusi yang bisa menstabilkan identitas sampai pada keyakinan diri murid.
  • Menurut Anda, terkait pengalaman dalam penerapan konsep-konsep tersebut, hal apa sajakah yang sudah baik? Adakah yang perlu diperbaiki ?

Hal baik yang sudah saya lakukan yaitu adanya peraturan yang sudah mengikat, tinggal bagaimana saya mengubah peraturan tersebut menjadi sebuah keyakinan, baik keyakinan kelas maupun keyakinan sekolah.
Adapun hal yang perlu saya perbaiki yaitu mengubah mindset/pemikiran diri saya sendiri agar menjadi posisi kontrol sebagai penghukum dan pemberi penghargaan menjadi sebuah guru yang bisa mengambil peran sebagai manajer.

  • Sebelum mempelajari modul ini, ketika berinteraksi dengan murid, berdasarkan 5 posisi kontrol, posisi manakah yang paling sering Anda pakai, dan bagaimana perasaan Anda saat itu? Setelah mempelajari modul ini, posisi apa yang Anda pakai, dan bagaimana perasaan Anda sekarang? Apa perbedaannya?
Sebelum mempelajari modul ini saya sering mengambil posisi kontrol sebagai penghukum dan pembuat merasa bersalah. Namun setelah saya mempelajari modul 1.4 ini saya lebih cenderung merubah posisi kontrol sebagai manajer sehingga akan membangun identitas murid yang awalnya sebagai orang yang gagal menjadi orang yang sukses.

  • Sebelum mempelajari modul ini, pernahkah Anda menerapkan segitiga restitusi ketika menghadapi permasalahan murid Anda? Jika iya, tahap mana yang Anda praktekkan dan bagaimana Anda mempraktekkannya?
Sebelum mempelajari modul ini saya pernah menerapkan segitiga resitusi, namun beda instilah saja dan langkah-langkah tidak teratur serta tidak ada tujuan dan indikator yang jelas. Sehingga apa yang saya lakukan tanpa arah dan tujuan. Dan outpun dari apa yang saya lakukan tidak berdasarkan pada keyakinan kelas dan tidak termotivasi pada dalam murid, motivasi saya hanya bagaimana murid bisa disiplin dan tidak melanggar peraturan dan mengabaikan motivasi intrinsiknya.
  • Selain konsep-konsep yang disampaikan dalam modul ini, adakah hal-hal lain yang menurut Anda penting untuk dipelajari dalam proses menciptakan budaya positif baik di lingkungan kelas maupun sekolah?
Tentunya ada, yaitu berkolaborasi dengan semua pihak agar bisa mendukung dan menciptakan budaya positif. Kolaborasi bisa berbentuk komunikasi intens dengan kepala sekolah, teman sejawat, wali murid dan sebagainya. Komunikasi tersebut juga berbentuk persamaan persepsi antara semua warga sekolah sehingga bisa jadi satu visi dan misi dalam menciptakan budaya positif.

Langkah dan strategi yang lebih efektif, konkret, dan realistis untuk mewujudkan budaya positif di sekolah :



Judul            : Sosialisasi Pembuatan keyakinan kelas dan Penerapan Segitiga Restitusi di Sekolah
Nama Peserta   : Guru SMPN 1 Sukatani

Latar Belakang :  

Pembelajaran di sekolah akan berlangsung dengan baik jika didukung penerapan budaya positif. Dengan budaya positif, akan terwujud pembelajaran yang berpihak kepada murid sehingga mereka bisa belajar dengan aman, nyaman, dan senang.  Untuk mendukung terwujudnya budaya positif di sekolah perlu adanya pembentukan keyakinan kelas dan penerapan segitiga restitusi. Di SMP Negeri 1 Sukatani tidak semua guru paham tentang keyakinan kelas dan segitiga restitusi. Oleh karena itu, perlu dilakukan sosialisasi tentang pembuatan keyakinan kelas dan penerapan segitiga restitusi bagi para guru di SMP Negeri 1 Sukatani


Tujuan :

Tujuan dari aksi nyata adalah guru mendapatkan pemahaman mengenai keyakinan kelas dan segitiga restitusi sehingga bisa diterapkan di sekolah untuk mendukung terwujudnya budaya positif. 

Tolak Ukur :

Tolok ukur keberhasilan kegiatan ini adalah :

  1. Guru memahami konsep pembuatan keyakinan kelas dan penerapan segitiga restitusi.
  2. Adanya poster atau dokumen keyakinan kelas yang dipajang di setiap kelas.
  3. Guru mampu menerapkan segitiga restitusi saat menangani permasalahan siswa.


Lini Masa Tindakan yang akan dilakukan :

  1. Membuat perencanaan kegiatan 
  2. Membuat materi tentang budaya positif dalam bentuk slide Powerpoin
  3. Berkonsultasi dengan kepala sekolah untuk mendapatkan masukan mengenai materi yang sudah dibuat dan  penentuan jadwal sosialisasi.
  4. Bekerja sama dengan petugas sarana prasarana untuk mempersiapkan ruang presentasi.
  5. Melaksanakan presentasi/sosialisasi
  6. Refleksi kegiatan

Dukungan yang dibutuhkan :

  1. Dukungan berupa izin pelaksanaan kegiatan dari kepala sekolah
  2. Dukungan dari rekan sejawat/guru untuk mengikuti kegiatan sosialisasi
  3. Sarana prasarana dan petugas yang mendukung pelaksanaan sosialisasi