Minggu, 15 Oktober 2023

Koneksi Antar Materi Modul 1.4

 

Koneksi Antar Materi Modul 1.4
 Oleh : Teni Maryani  CGP Angkatan 9


Pembiasaan Budaya Positif

Peta Konsep Modul 1.4

Kesimpulan tentang peran saya dalam menciptakan budaya positif di sekolah.

 
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
 
Salam sejahtera buat kita semua, Sahabat guru dimanapun berada, dan juga siapa saja yang menjumpai artikel ini, saya mencoba dan belajar menulis  artikel  dalam  blog ini untuk menuangkan  dan mengekspresikan terkait apa yang sudah saya pelajari setelah saya mengikuti Pendidikan Calon Guru Penggerak.
 
Sedikit kilas balik apa yang sudah saya pelajari pada modul 1 tentang : Paradigma dan Visi Guru Penggerak, dan  modul 1 ini terbagi menjadi  4 (empat) sub modul yang terdiri dari modul 1.1 materi Refleksi Filosofis Pendidikan Nasional Ki Hadjar Dewantara, Modul 1.2 dengan materi Nilai-nilai dan Peran Guru Penggerak, Modul 1.3 dengan materi Visi Guru Penggerak dan terakhir adalah Modul 1.4 dengan materi Budaya Positif. Dalam rangkaian modul tersebut merupakan rangkaian tentang paradigma dan visi guru penggerak, artinya peran sebagai guru penggerak adalah antara lain sebagai pemimpin pembelajaran yang nantinya bisa mendorong tumbuh kembang murid secara holistik, aktif dan proaktif.
 
Dalam modul 1.1 tentang  materi Refleksi Filosofi Pendidikan Nasional – Ki Hadjar Dewantara, diberikan pemahaman yang sangat luar biasa karena dalam modul ini merubah mindset/pemikiran tentang pendikan sebagaimana yang disampaikan Ki Hajar Dewantara bahwa setiap murid mempunyai kodratnya masing-masing dan tugas guru hanya menuntun kodrat murid sehingga nantinya murid bisa mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya baik sebagai pribadi dan juga sebagai anggota masyarakat. Ada beberapa hal yang bisa saya pahami dari pernyataan Ki Hadjar Dewantara yang tertuang dalam materi modul 1.1 adalah
  1. Pendidikan adalah menuntun tumbuh atau hidupnya kodrat yang ada pada anak agar dapat memperbaiki lakunya untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat
  2. Murid diibaratkan sebagai tanaman, tidak akan tumbuh jagung murid yang mempunyai kodrat padi, dan sebaliknya tidak akan tumbuh padi murid yang mempunya kodrat jagung, guru hanya merawat saja sesuai dengan cara menanam sesuai dengan kodratnya. “tanamlah jagung seperti menanam jagung, dan tanamlah padi seperti menanam padi”
  3. Pendidikan hendaknya sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zamannya
  4. Pendidikan adalah tempat persemaian segala benih-benih kebudayaan
  5. Mendidik dengan sistem among (Ing ngarsa sung tulada, Ing madya mangun karsa, dan tut wuri handayani)
  6. Pendidikan yang menghamba pada anak
  7. Asimilasi budaya menganut konsep trikon (Kontinyu, Konvergen dan Konsentris)
 
Berlandaskan pada filosofi Ki Hadjar Dewantara, maka nilai dan peran guru penggerak diantaranya:
1. Nilai Guru Penggerak
a. Berpihak pada murid
b. Mandiri
c. Kolaboratif
d. Reflektif
e. Inovatif
2. Peran Guru Penggerak
a. Menjadi Pemimpin Pembelajaran
b. Menjadi coach bagi rekan kerja/guru lain
c. Mendorong kolaborasi
d. Mewujudkan kepemimpinan murid
e. Menggerakkan komunitas praktis
 
Untuk melaksanakan nilai dan peran guru penggerak maka harus mempunyai Impian/cita-cita untuk murid pada masa depan dengan dituangkan berupa visi guru penggerak. Impian tersebut guru bisa membuat rencana dan alur untuk mencapai sebuah Impian yaitu  dengan Prakarsa perubahan melalui rancangan  Asset, Tantangan, Aksi dan Pembelajaran (ATAP).  Untuk  membuat sebuah Prakarsa perubahan yaitu dengan pendekatan Inkuiri Apresiatif (IA) dengan menerapkan tahapan B-A-G-J-A. Adapun tahapan BAGJA ialah  Buat pertanyaan (define), Ambil Pelajaran (Discover), Gali Mimpi (Dream), Jabarkan Rencana (Design) dan Atur Ekseksusi (Deliver).
 
Dari manajemen inkuiri apresiatif BAGJA ini nantinya akan melahirkan Prakarsa-prakarsa perubahan yang sudah terencana dan siap dengan aksinyatanya yang nantinya akan menjadikan sebuah perubahan yang positif sesuai dengan visi guru penggerak dan juga sesuai dengan tujuan Pendidikan nasional. perubahan – perubahan positif yang dibentuk oleh Prakarsa tersebut akan tercipta atau terwujudnya sebuah budaya positif di sekolah.

Berikut ini  beberapa materi tentang budaya positif.
1. Disiplin positif dan kebajikan universal
a. Miskonsepsi tentang makna control
b. Minskonsepsi makna disiplin
c. Nilai-nilai kebajikan
 2. Teori motivasi (hukuman,penghargaan dan restitusi)
a. Motivasi perilaku seseorang
b. Hukuman, penghargaan dan restitusi
c. Tersandera oleh penghargaan
3. Keyakinan kelas
4. Lima kebutuhan dasar manusia dan dunia berkualitas
5. Lima posisi kontrol guru
6. Segitiga restitusi
 
Peran saya dalam menciptakan budaya positif di sekolah dimulai dari pemahaman diri sendiri,  penyebaran /sharing pada teman sejawat tentang keyakinan kelas, lima posisi kontrol dan penerapan segitiga restitusi. Penyebaran ini saya lakukan dengan metode persuasif (empat mata) sehingga nantinya penerapan disiplin positif bisa dimulai dari diri sendiri dan teman sejawat dan kemudian merambah pada warga sekolah, dengan tujuan dapat menumbuhkan budaya positif yang termotivasi dari dalam yang nantinya akan membentuk karakter murid sesuai dengan Profil Pelajar Pancasila.
 
Refleksi Pemahaman atas keseluruhan materi modul Budaya Positif
 
  • Sejauh mana pemahaman Anda tentang konsep-konsep inti yang telah Anda pelajari di modul ini, yaitu: disiplin positif, teori kontrol, teori motivasi, hukuman dan penghargaan, posisi kontrol guru, kebutuhan dasar manusia, keyakinan kelas, dan segitiga restitusi. Adakah hal-hal yang menarik untuk Anda dan di luar dugaan?

a. Disiplin Positif.
Disiplin positif adalah pendekatan untuk menuntun anak agar berdaya mengontrol diri, dan bagaimana menguasai diri untuk memilih tindakan yang mengacu pada nilai-nilai kabajikan. Disiplin positif merupakan komponen utama dalam mewujudkan budaya positif.
b. Teori kontrol
Pada dasarnya yang bisa mengontrol seseorang adalah seseorang itu sendiri. Seseorang bisa melakukan sesuatu atau tidak tergantung pada diri seseorang sesuai dengan motivasi pemenuhan kebutuhan dasar dan setiap kebutuhan dasar seseorang itu berbeda.
c. Teori Motivasi
Setiap perilaku manusia memiliki tujuan dan motivasi. Motivasi bisa berasal dari eksternal dan internal. Motivasi yang berasal dari eksternal bertujuan untuk menghindari ketidaknyamanan atau hukuman dan atau untuk mendapatkan imbalan/penghargaan. Sedangkan untuk motivasi yang berasal dari internal bertujuan untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya. Point dari disiplin positif adalah menanamkan motivasi yang berasal dari internal/dalam dirinya sendiri sehingga  akan menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya. Mareka akan sadar dengan keyakinan mereka sendiri dan tidak terpengatuh pada ketidaknyamanan, hukuman, imbalan atau penghargaan.
d. Hukuman dan penghargaan
Pada dasarnya hukuman dan penghargaan itu sama, hanya hukuman lebih ke arah cara mengontrol perilaku murid pada hal negatif sedangkan penghargaan adalah cara mengontrol perilaku murid pada hal positif. Hukuman mengotrol perilaku seseorang dengan sifat memaksa, menyakitkan dan menciptakan identitas gagal, sedangkan penghargaan merupakan bentuk pengendalian perilaku seseorang dengan suatu benda atau peristiwa yang diinginkan. Namun pada sejatinya pernghargaan dan hukuman adalah cara mengontrol perilaku murid yang secara tidak langsung menghambat potensi. Dimana dalam jangka waktu tertentu hukuman dan penghargaan akan berdampak pada ketergantungan serta mematikan motivasi instrinsik.
e. 5 (lima) posisi kontrol guru
Ada 5 (lima) posisi kontrol guru yaitu:
  • Penghukum
  • Pembuat merasa bersalah
  • Teman
  • Pemantau
  • Manajer
f. Kebutuhan Dasar Manusia
Kebutuhan dasar manusia merupakan kebutuhan yang sangat primer pada diri manusia, pada dasarnya setiap murid yang menyimpang dengan nilai-nilai kebajikan atau melanggar sebuah keyakinan, pada dasarnya murid tersebut tidak terpenuhinya salah satu kebutuhan dasarnya. Ada 5 (lima) kebutuhan dasar manusia yaitu:
  • Kebutuhan untuk bertahan hidup (survival)
  • Kebutuhan kasih sayang dan rasa diterima (Love and belonging)
  • Kebutuhan penguasaan (freedom)
  • Kesenangan (fun)
  • Penguasaan (power)
g. Keyakinan kelas
Keyakinan kelas adalah nilai-nilai kebajikan yang diyakini oleh kelas untuk menumbuhkan motivasi instrinsik dan budaya positif di kelas.
h. Segitiga Restitusi
Restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa Kembali pada kelompok mereka dengan karakter yang kuat. Dalam menciptakan restiusi perlulah beberapa Tindakan yang saling berkaitan satu sama lain, ada 3 (tiga) Tindakan yang saling berkaitan dalam proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahannya, sehingga dari 3 (tiga) tindakan dalam restitusi disebut dengan segitiga restitusi. Tujuan dalam segitiga restitusi adalah membimbing murid berdisiplin positif dengan motivasi yang berasal dari dalam (internal). Tahapan-tahapan pada pendekatan segitiga restitusi yaitu:
  • Menstabilkan identitas/Stabilize the identity.
  • Validasi Tindakan yang salah (validate the misbehaviour)
  •  Menanyakan keyakinan (seek the belief)
 
Adakah hal-hal menarik untuk anda dan diluar dugaan?

Hal menarik dari pemahaman pada materi tersebut adalah :
  • Hukuman dan penghargaan. Pada awalnya saya meyakini bahwa hukuman adalah sesuatu tindakan /sangsi yang bisa memotivasi murid untuk melaksanakan peraturan sekolah dikarenakan takut dengan adanya sangsi/hukuman dan saya sangat meyakini bahwa penghargaan adalah suatu tindakan yang dapat memotivasi murid sebagai bentuk apresiasi tentang perilaku baik kepada murid. Ternyata setelah saya mempelajari modul 1.4 ini hukuman dan penghargaan sama-sama bisa mematikan motivasi intrinsik murid, dan pada jangka waktu tertentu penghargaan akan membuat murid ketergantungan.
  • Keyakinan dan peraturan kelas. Pada awalnya saya meyakini bahwa  peraturan kelas merupakan suatu sistem yang sangat efektif untuk mengatur murid agar nantinya murid bisa berdisiplin positif sesuai dengan koridor peraturan kelas. Namun setelah saya mempelajari modul 1.4 peraturan justru tidak efektif dalam menciptakan budaya positif, peraturan hanya berasal dari motivasi eksternal yang nantinya akan bersifat ketergantungan pada suatu peraturan, sedangkan keyakinan kelas merupakan motivasi yang bersumber dari dalam, sehingga ada atau tidak adanya peraturan murid akan melakukan dan menerapkan disiplin positif sesuai dengan keyakinannya.
  • Segitiga restitusi. Hal yang paling menarik ketika pada tahapan menstabilkan identitas ketika seorang guru berkata pada murid bahwa “tidak apa-apa melakukan kesalahan, dan setiap orang pasti melakukan kesalahan”. Sehingga dari kalimat yang diucapkan oleh guru, murid bisa mengubah identitas mereka dari orang yang gagal menjadi orang yang sukses. Sedangkan yang sering saya lakukan biasanya menyudutkan murid dengan membahas berbagai aktivitas penyimpangan mereka dari beberapa sudut pandang.
  • Perubahan apa yang terjadi pada cara berpikir Anda dalam menciptakan budaya positif di kelas maupun sekolah Anda setelah mempelajari modul ini?
  1. Perubahan paradigma tentang hukuman dan penghargaan. Yang semula saya beranggapan bahwa penghargaan adalah langkah yang efektif untuk menumbuhkan budaya positif, ternyata untuk mebangun budaya yang positif harus berawal dari motivasi intrinsik yang nantinya akan membentuk sebuah keyakinan, baik keyakinan di kelas maupun sekolah
  2. Perubahan teori kontrol. Yang semula saya beranggapan bawa guru bisa mengotrol murid dengan daya dan upayanya, ternyata setelah mempelajari modul 1.4 guru dapat mengontrol murid itu hanyalah sebuah ilusi. Yang dapat mengontrol murid sebenarnya adalah murid itu sendiri. Walaupun tampaknya guru sedang mengontrol perilaku murid namun pada sejatinya murid mengizinkan dirinya dikontrol. Dari hal tersebut butuh motivasi instrinsik dari murid untuk menciptakan keyakinan kelas agar murid bisa melakukan sesuai dengan motivasi dari dalam.
  3. Perubahan segitiga restitusi. Yang semula saya menyelesaikan kasus penyimpangan dengan cara mengintervensi murid dengan menunjukkan sisi-sisi kesalahan dari berbagai sudut pandang, sekarang keyakinan saya berubah dengan menstabilkan identitas dari orang yang gagal menjadi orang yang sukses.
  • Pengalaman seperti apakah yang pernah Anda alami terkait penerapan konsep-konsep inti dalam modul Budaya Positif baik di lingkup kelas maupun sekolah Anda?
Pengalaman yang saya alami terkait penerapan konsep-konsep inti dalam moduk budaya positif baik di lingkup kelas maupun sekolah adalah menggunakan segitia restitusi dengan posisi kontrol sebagai manajer. Adapun hambatan dan tantangan saya masih berbenturan pada beberapa guru yang masih berparadigma bahwa kontrol penghukum adalah tindakan yang paling efektif untuk mendisiplikan murid. Sehingga saya butuh pendekatan khusus secara persuasif untuk berdiskusi dalam membangun pemahaman tentang disiplin positif dan budaya positif.
  • Bagaimana perasaan anda ketika mengalami hal tersebut?
Perasaan saya ketika mengalami hal tersebut, saya merasa mempunyai kewajiban untuk menyebarkan pemahaman tentang budaya positif baik di kelas maupun di sekolah. Terutama pada hal paradigima kontrol penghukum dan penggunaan segitiga restitusi dalam setiap pemecahan penyimpangan yang terjadi pada murid. Saya merasa mempunyai kewajiban kepada setiap warga sekolah untuk menyebarkan pemahaman bahwa setiap murid mempunyai kebutuhan dasar, dan jika kebutuhan dasar tersebut terpenuhi maka tidak aka nada penyimpangan-penyimpangan yang terjadi. Maka dari tersebut untuk memenuhi segalam kebutuhan murid dalam hal penyimpangan tentunya dibutuhkan segitiga restitusi yang bisa menstabilkan identitas sampai pada keyakinan diri murid.
  • Menurut Anda, terkait pengalaman dalam penerapan konsep-konsep tersebut, hal apa sajakah yang sudah baik? Adakah yang perlu diperbaiki ?

Hal baik yang sudah saya lakukan yaitu adanya peraturan yang sudah mengikat, tinggal bagaimana saya mengubah peraturan tersebut menjadi sebuah keyakinan, baik keyakinan kelas maupun keyakinan sekolah.
Adapun hal yang perlu saya perbaiki yaitu mengubah mindset/pemikiran diri saya sendiri agar menjadi posisi kontrol sebagai penghukum dan pemberi penghargaan menjadi sebuah guru yang bisa mengambil peran sebagai manajer.

  • Sebelum mempelajari modul ini, ketika berinteraksi dengan murid, berdasarkan 5 posisi kontrol, posisi manakah yang paling sering Anda pakai, dan bagaimana perasaan Anda saat itu? Setelah mempelajari modul ini, posisi apa yang Anda pakai, dan bagaimana perasaan Anda sekarang? Apa perbedaannya?
Sebelum mempelajari modul ini saya sering mengambil posisi kontrol sebagai penghukum dan pembuat merasa bersalah. Namun setelah saya mempelajari modul 1.4 ini saya lebih cenderung merubah posisi kontrol sebagai manajer sehingga akan membangun identitas murid yang awalnya sebagai orang yang gagal menjadi orang yang sukses.

  • Sebelum mempelajari modul ini, pernahkah Anda menerapkan segitiga restitusi ketika menghadapi permasalahan murid Anda? Jika iya, tahap mana yang Anda praktekkan dan bagaimana Anda mempraktekkannya?
Sebelum mempelajari modul ini saya pernah menerapkan segitiga resitusi, namun beda instilah saja dan langkah-langkah tidak teratur serta tidak ada tujuan dan indikator yang jelas. Sehingga apa yang saya lakukan tanpa arah dan tujuan. Dan outpun dari apa yang saya lakukan tidak berdasarkan pada keyakinan kelas dan tidak termotivasi pada dalam murid, motivasi saya hanya bagaimana murid bisa disiplin dan tidak melanggar peraturan dan mengabaikan motivasi intrinsiknya.
  • Selain konsep-konsep yang disampaikan dalam modul ini, adakah hal-hal lain yang menurut Anda penting untuk dipelajari dalam proses menciptakan budaya positif baik di lingkungan kelas maupun sekolah?
Tentunya ada, yaitu berkolaborasi dengan semua pihak agar bisa mendukung dan menciptakan budaya positif. Kolaborasi bisa berbentuk komunikasi intens dengan kepala sekolah, teman sejawat, wali murid dan sebagainya. Komunikasi tersebut juga berbentuk persamaan persepsi antara semua warga sekolah sehingga bisa jadi satu visi dan misi dalam menciptakan budaya positif.

Langkah dan strategi yang lebih efektif, konkret, dan realistis untuk mewujudkan budaya positif di sekolah :



Judul            : Sosialisasi Pembuatan keyakinan kelas dan Penerapan Segitiga Restitusi di Sekolah
Nama Peserta   : Guru SMPN 1 Sukatani

Latar Belakang :  

Pembelajaran di sekolah akan berlangsung dengan baik jika didukung penerapan budaya positif. Dengan budaya positif, akan terwujud pembelajaran yang berpihak kepada murid sehingga mereka bisa belajar dengan aman, nyaman, dan senang.  Untuk mendukung terwujudnya budaya positif di sekolah perlu adanya pembentukan keyakinan kelas dan penerapan segitiga restitusi. Di SMP Negeri 1 Sukatani tidak semua guru paham tentang keyakinan kelas dan segitiga restitusi. Oleh karena itu, perlu dilakukan sosialisasi tentang pembuatan keyakinan kelas dan penerapan segitiga restitusi bagi para guru di SMP Negeri 1 Sukatani


Tujuan :

Tujuan dari aksi nyata adalah guru mendapatkan pemahaman mengenai keyakinan kelas dan segitiga restitusi sehingga bisa diterapkan di sekolah untuk mendukung terwujudnya budaya positif. 

Tolak Ukur :

Tolok ukur keberhasilan kegiatan ini adalah :

  1. Guru memahami konsep pembuatan keyakinan kelas dan penerapan segitiga restitusi.
  2. Adanya poster atau dokumen keyakinan kelas yang dipajang di setiap kelas.
  3. Guru mampu menerapkan segitiga restitusi saat menangani permasalahan siswa.


Lini Masa Tindakan yang akan dilakukan :

  1. Membuat perencanaan kegiatan 
  2. Membuat materi tentang budaya positif dalam bentuk slide Powerpoin
  3. Berkonsultasi dengan kepala sekolah untuk mendapatkan masukan mengenai materi yang sudah dibuat dan  penentuan jadwal sosialisasi.
  4. Bekerja sama dengan petugas sarana prasarana untuk mempersiapkan ruang presentasi.
  5. Melaksanakan presentasi/sosialisasi
  6. Refleksi kegiatan

Dukungan yang dibutuhkan :

  1. Dukungan berupa izin pelaksanaan kegiatan dari kepala sekolah
  2. Dukungan dari rekan sejawat/guru untuk mengikuti kegiatan sosialisasi
  3. Sarana prasarana dan petugas yang mendukung pelaksanaan sosialisasi